Tahun 2024 Nanti, Gaya Politik Pencitraan Tidak Bakal Laku

Avatar photo

- Pewarta

Kamis, 22 Oktober 2020 - 08:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peneliti Political dan Public Policy Studies, Jerry Massie. (Foto : berantasnews.com)

Peneliti Political dan Public Policy Studies, Jerry Massie. (Foto : berantasnews.com)

Opiniindonesia.com – 2024 gaya politik pencitraan bakal tak laku. Lantaran sampai kini ada traumatik dari masyarakat yang terlena, terpesona dan terpikat dengan gaya ini. Tapi buntutnya, justru kecewa yang dialami.

Selama ini, selain politik identitas dan politik dinasti, politik uang yang merajalela juga politik pencitraan sangat menonjol. Ada lagi model politik pencitraan contohnya makan nasi akin, masuk gorong-gorong, naik becak, makan di warteg sampai foto selfie bareng.

Tapi, saya nilai barangkali saat ini pemilih lebih rasional. Saya prediksi ini tak akan laris lagi pada Pilpres 2024.

Ada pula gaya merakyat tapi pada dasarnya bukan tipikal cinta dan peduli rakyat kecil.

Dengan pengalaman-pengalaman waktu lalu publik pun sudah lebih banyak pengalaman dari sang pemimpin.

Kekuasaan menjadi nomor 1 ketimbang kepedulian terhadap rakyat.

Antara political branding dan political imaging (politik pencitraan) korelasinya sangat erat.

Saya kira pemilih ke depan akan melihat action and contribution atau tindakan dan kontribusi dari para calon. Bukan hanya pencitraan semata.

Jadi gaya pura-pura merakyat tapi pada dasarnya tak cinta rakyat. Contoh UU Omnibus Law Ciptaker dimana para legislator yang terhormat cuek akan vox populi (suara rakyat).

Oknum-oknum anggota DPR bahkan capres hanya mau suara rakyat tapi sudah duduk politik lupa diri muncul. Pemasungan hak rakyat banyak terjadi.

Adalagi pura-pura hilang ingatan dan politik lupa diri banyak muncul. Banyak pemilih mulai membedakan mana pemimpin yang benar-benar cinta
rakyat arau hanya mau suaranya saja.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Media audio visual menjadi sasaran para calon jadi settingan. Pas lagi makan di warteg dan diambil gambar daan ditayangkan di Televisi. Tapi black campaign and money politics masih tetap merajalela.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru