Antara La Nyalla, Usamah Hisyam, dan Jokowi

Avatar photo

- Pewarta

Jumat, 14 Desember 2018 - 19:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KETUA PEMUDA Pancasila Jawa Timur La Nyalla sedang naik daun. Keputusannya menyeberang ke kubu Jokowi sampai pengakuannya menjadi penyebar isu PKI, lagi rame di media. Nyalla juga berani bertaruh potong lehernya kalau sampai Jokowi kalah di Madura. Di Madura banyak santri yang sedang ngasah clurit. Kalau saja hukum membenarkan orang boleh memotong leher, nasib Nyalla sudah jelas.

Tapi soal potong leher ini gak usah dianggap terlalu serius. Sebagai preman, atau orang Surabaya menyebutnya Korak, Nyalla memang biasa begitu. Biasa main gertak sambal.

https://opiniindonesia.com/2018/12/14/diktatorship-dan-fenomena-la-nyalla/

Gara-gara gagal nyagub di Jatim, marahnya Nyalla sampai ke ubun-ubun. Dia menganggap Prabowo yang menggagalkan pencalonannya. Padahal dia sudah diberi tiket Gerindra dengan syarat bisa nambah kursi lagi. Kursi Gerindra gak cukup. Tapi dia tak bisa memenuhi target. Lha kok yang disalahkan Prabowo.

Kalau pun dapat tiket, Nyalla gak bakalan terpilih sebagai Gubernur Jatim. Reputasi buruk Ketua Kadin Jawa Timur ini sudah jadi rahasia umum. Dia juga sebenarnya tidak serius-serius amat mau nyalon. Paling juga dia cuma cari duit nekan para cukong.

Sekarang Nyalla pasang badan untuk Jokowi. Pada Pilpres 2014 dia dukung Prabowo-Hatta. Jokowi yang elektabilitasnya turun, jadi gak selektif. Dia pikir dengan menggandeng Nyalla, dia bakal menang besar di Jatim. Insting dan intelijen politik Jokowi memang parah. Dengan menggandeng Nyalla reputasi Jokowi di Jatim dijamin jeblok. Paling nanti kalau Jokowi kalah dia juga cari cantolan lain. Dia bakal taruhan potong leher lagi untuk capres yang lain. Emang berapa siy jumlah leher Nyalla?

Jokowi seperti psikologi orang yang mau tenggelam. Dia mencoba menggapai apapun yang bisa menyelamatkan dia. Dipikirnya Nyalla adalah kayu terapung, padahal buaya yang menyaru. Salah besar dia.

D luar Nyalla, publik figur yang sekarang pasang badan untuk Jokowi adalah Usamah Hisyam. Mantan wartawan ini baru saja membuka kedoknya sebagai pendukung Jokowi yang pura-pura mendukung ulama.

Kemarin dia mencoba menggagalkan reuni 212. Dengan membangun opini, acara itu ditunggangi aksi politik. Pasti tidak banyak yang tahu kalau Usamah dan La Nyalla ini adalah bersaudara dekat. Dua-duanya keturunan Bugis yang besar di Surabaya.

Dibanding Nyalla permainan Usamah ini jauh lebih dahsyat. Dia bisa melakukan penetrasi kemana-mana. Hampir semua presiden berhasil didekatinya.

Usamah sekarang menjadi Ketua Umum Parmusi. Posisi ini bikin bingung orang-orang yang keal dekat dengan Usamah. Kok bisa orang seperti dia jadi Ketua Parmusi? Orang Parmusi yang lugu-lugu, berhasil ditipunya. Tapi itulah hebatnya Usamah.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Sebelum Nyalla, Usamah sudah lebih dulu merapat ke Jokowi. Dia tercatat pernah mejadi ketua rombongan umroh tak lama setelah Jokowi terpilih menjadi presiden. Tapi dia terpental dan tidak mendapat posisi.

Usamah kemudian muncul lagi ketika ramai-ramai aksi 212. Dengan kelicinanannya dan membawa bendera Parmusi, dia berhasil masuk ke dalam lingkaran GNPF Ulama. Kepada wartawan asing dia mengaku punya target menggulingkan Jokowi.

Dari situ dia kemudian bisa menembus ke Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Dia kemudian seolah menjadi mediator antara HRS dan Jokowi. Langkah Usamah hampir berhasil ketika dia membawa sejumlah tokoh GNPF bertemu Jokowi di Istana Bogor.

Untungnya banyak yang mengingatkan HRS, siapa sebenarnya Usamah. Di belakang Usamah ada tokoh besar bernama Surya Paloh. Melalui orang dekat Jokowi inilah Usamah bisa merapat ke Istana.

Jejak kedekatan Usamah dengan Surya Paloh (SP) sudah lama. Sejak menjadi wartawan Media Indonesia dia sering digunakan untuk melakukan operasi politik SP. Tentu ini kerjasama timbal balik. SP punya proxy, Usamah bayak mendapat keuntungan finansial dengan kedekatannya itu. Operasi-operasi politik menjadi spesialis Usamah. Posisinya sebagai wartawan menjadi tiket masuknya kemana-mana. Dia adalah wartawan yang jadi intel, dan intel yang jadi wartawan.

Parmusi 6 Desember lalu melakukan penggalangan dana. Katanya untuk dakwah desa Madani. Ini bagian dari penguatan Revolusi Mental Jokowi. Surya Paloh dan Kapolri Tito Karnavian yang hadir, sama-sama menyumbang.

Sekarang Nyalla dan Usamah sudah membuka kedoknya masing-masing. Mereka secara terbuka pasang badan menyelamatkan Jokowi. Kalau lihat keduanya _all out_ kelihatannya memang benar Jokowi berada di ujung tanduk. Segala macam cara dilakukan. Tim Suksesnya mulai terbuka mengatakan elektabiltas Jokowi stagnan. Itu sebenarnya bahasa lain elektabilitas terus turun. Salah-salah terjun bebas.

Bisakah duo Bugis Van Surabaya ini ikut menyelamatkan Jokowi yang bakal tenggelam? Kalau lihat _track record_ keduanya, hanya tinggal menunggu waktu bagi keduanya melompat menyelamatkan diri.

Nyalla pasti tidak siap dipotong lehernya oleh sahabatnya sendiri Nizar Zahro, atau santri dari Madura. Usamah? Seperti biasa dia akan mencari peluang mendekat kepada kekuasaan. Idiologinya adalah kepentingan pribadinya. (*)

[Oleh : Djadjang Nurjaman. Penulis adalah pengamat media dan ruang publik]

(*) Untuk membaca tulisan Djadjang Nurjaman yang lainnya, silahkan KLIK DI SINI.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru