BEBERAPA WAKTU lalu beredar meme hoax bernada heroik bahwa Presiden Jokowi oleh lawan-lawan politiknya tidak akan dibiarkan terpilih kembali karena ia berniat memulangkan Rp7000 triliun uang korupsi WNI yang kini disimpan di Swiss. Itu adalah hoax paling lucu sekaligus paling menyedihkan yang pernah lewat di timeline saya.
Mereka yang dulu intens mengikuti pembahasan RUU Tax Amnesty pasti langsung tertawa ngakak. Salah satu alasan kenapa dulu orang menolak tax amnesty adalah undang-undang tersebut akan digunakan sebagai alat pemutihan asset sebelum negara-negara anggota G-20 dan OECD memberlakukan Common Reporting Standard (CRS) yang mulai berlaku pada 2018 ini.
https://opiniindonesia.com/2018/12/11/membangun-tanpa-utang-contoh-buat-sandi-dan-sri/
Seperti kita ketahui, pada Februari 2014 anggota G-20 dan OECD sebenarnya telah menyetujui Common Reporting Standard (CRS) sebagai instrumen pertukaran informasi perbankan secara otomatis. Terdapat 56 negara berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran informasi itu pada 2017, dan 40 negara lainnya, termasuk Indonesia, pada tahun 2018 ini. Informasi yang dipertukarkan ini sebenarnya merupakan instrumen efektif bagi pemerintah untuk mengejar kewajiban pajak warganya yang menyembunyikan hartanya di luar negeri.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Dulu orang menolak tax amnesty karena Indonesia sebenarnya bisa menarik potensi pendapatan sepuluh kali lipat lebih besar daripada potensi pendapatan hasil Tax Amnesty jika mau menunggu implementasi AEOI/CRS yang efektif tahun 2018 ini, meskipun pendapatannya baru bisa dinikmati pada 2019 nanti. Tapi pilihan ini tidak diambil oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mereka menolak menunggu berlakunya perjanjian AEOI/CRS dan lebih memilih menggulirkan RUU Tax Amnesty.
Latar belakang munculnya gagasan Tax Amnesty sejak awal memang patut dicurigai bukan untuk menambah pendapatan negara, sebagaimana yang sering diutarakan Pemerintah, melainkan untuk “memutihkan” pelanggaran hukum dan kejahatan ekonomi yang pernah terjadi di masa lalu. Melalui tax amnesty, para pengemplang pajak dan konglomerat hitam yang menyembunyikan hartanya di luar negeri hanya akan dikenai tebusan antara 2% hingga 6% saja.
Jadi, tax amnesty yang penuh diskon itu memang pantas dicurigai sebagai bentuk fait accompli atas usaha penegakan hukum mengikuti perjanjian AEOI/CRS tadi, karena di atas kertas tax amnesty lebih menguntungkan para pengemplang pajak daripada keuangan negara. Sehingga, dalam perspektif CRS, alih-alih meningkatkan penerimaan negara, tax amnesty sebenarnya malah telah mengurangi potensi penerimaan negara.
Apalagi Presiden Jokowi kemudian memutuskan bahwa para koruptor juga bisa menggunakan fasilitas tax amnesty. Padahal, saat awal digulirkan, kasus korupsi, human traficking, narkoba, dan terorisme, dikecualikan dari fasilitas tax amnesty.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Anda masih ingat berapa hasil tax amnesty?!
Ya, penerimaan negara dari program tax amnesty “hanya” mencapai Rp135 triliun. Jumlah ini terdiri dari uang tebusan Rp114 triliun, pembayaran bukti permulaan Rp1,75 triliun, dan pembayaran tunggakan Rp18,6 triliun. Hasil ini jauh dari klaim ribuan triliun yang semula digembar-gemborkan.
Jadi, jika belakangan ini beredar meme soal uang ribuan triliun di luar negeri yang ingin dikembalikan oleh pemerintahan Jokowi, maka ingat-ingatlah kembali UU Tax Amnesty. Ingat-ingatlah alasan kenapa pemerintahan sekarang ini menolak menunggu implementasi AEOI/CRS. Mereka sejak awal tak pernah punya komitmen untuk mengurus hal-hal tadi.
[Oleh :Tarli Nugroho, Penulis Buku Polemik Ekonomi Pancasila]
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat