SEBAGAI DOKUMEN penting yang bisa digunakan untuk mengikuti Pilkada serentak dan Pilpres 17 April 2019 mendatang, sudah seharusnya pemerintah memberikan proteksi. Namun apa yang terjadi, akhir-akhir ini masyarakat disuguhi peristiwa tercecerhnya e-KTP diberbagai daerah, penjualan online dan offline blanko e-KTP hingga jasa pembuatan e-KTP aspal. Dengan berbagai kasus tersebut, saya bertanya, apa ada kemungkinan terjadinya malpraktik dalam Pemilu mendatang?. Atau akankah Pemilu jurdil jika timbul masalah seperti ini?
Kasus terbaru tercecernya 2.005 keping e-KTP ditemukan di kompleks persawahan di Duren Sawit, Jakarta Timur. Sejumlah 63 e-KTP rusak dan sudah banyak terkepupas, sementara sebanyak 1942 e-KTP buatan tahun 2011, 2012, dan 2013, yang habis masa berlakunya tahun 2016, 2017 dan 2018. Ribuan e-KTP tersebut milik warga Kelurahan Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.
https://opiniindonesia.com/2018/12/11/e-ktp-tercecer-dan-jual-beli-e-ktp-masihkah-berkhayal-pilpres-yang-jurdil/
1.000 e KTP juga ditemukan tercecer di Desa Kampung Baru, Kecamatan Pariaman Tengah, Pariaman, Sumatera Barat. Memurut pengecekan data Kapolres Pariaman dengan Disdukcapil Kabupaten Padang Pariaman, seluruh e-KTP sudah ditarik oleh Disdukcapil Kabupaten Padang Pariaman dari pemiliknya karena telah diganti dengan yang baru.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Bukan kali ini kasus e-KTP terjadi. Saya nasih sebanyak 6.000 e-KTP berceceran di Jl. Raya Salabenda, Kec. Kemang, Bogor pada bulan Mei 2018. Saat itu, mobil jenis truk engkel membawa kardus berisi e-KTP melaju dari arah Kayumanis menuju Parung. Kardus tersebut terjatuh sehingga isinya ribuan e-KTP yang sudah rusak/invalid tercecer, nama tidak lengkap, rusak fisik sobek, terkelupas. Namun yang mengherankan kenapa arsip Sumsel bisa ke Bogor?” “Atas perintah siapa?” “Ini gudang punya siapa?” “Ini asli atau palsu?” “Kenapa tiba-tiba ada yang suruh bakar?”
Di Serang ada sebanyak 2.800 e-KTP yang tercecer di semak belukar di Cikande, Kabupaten Serang. Mengenai tercecernya ribuan e-KTP di beberapa daerah, Mendagri telah memastikan e-KTP tersebut sudah kadaluarsa dan tidak akan mengganggu sistem database Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pendataan DPT dalam proses tahapan Pemilu akan berjalan lancar.
Meski pihak Kemendagri menyebutkan e-KTP tersebut sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi, tetapi data yang tertera dalam e-KTP tersebut masih bisa digunakan untuk melakukan registrasi. Data bisa digunakan oleh pihak yang akan melakukan kejahatan, maka kejadian ini tidak boleh disepelekan menjelang Pilpres 2019.
Dan timbul pertanyaan, apakah yakin adanya kasus tercecernya e-KTP ini tidak akan mengganggu Pemilu mendatang? Karena di sisi lain, masyarakat, termasuk saya, pasti akan bertanya-tanya, “apa yang sebenarnya terjadi di tahun politik ini?” Ingat, Pilpres 2019 tinggal empat bulan lagi. Jadi sangatlah wajar jika banyak pihak menganggap kasus tercecernya e-KTP ini berkaitan dengan Pemilu. Sangat mungkin ini merupakan pertanda yang tidak beres. Banyak orang termasuk saya akan mencuriagi adanya rencana kecurangan yang ingin dilancarkan oleh satu pihak.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Kasus tercecernya e-KTP menjadi bukti lemahnya tingkat keamanan data penduduk oleh pemerintah. Pemerintah gagal melindungi data privasi penduduk, termasuk NIK dan data pribadi lain. Bisa jadi data tersebut disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, termasuk registrasi yang mengharuskan adanya data kependudukan atau melakukan kejahatan terhadap pemilik asli dokumen tersebut.
Dengan demikian, adanya kasus e-KTP yang tercecer maupun jual beli blanko e-KTP, maka jangan berkhayal adanya Pilpres yang jurdil. Belum lagi sebelumnya muncuk data DPT tambahan sebanyak 31 juta, data ODGJ 14 juta. E-KTP hanya indikator, sebaiknya kita mampu membaca fenomena di balik peristiwa tersebut.
Belum lagi, kunci kemenangan diraih melalui dua jalan, yaitu pengumuman keputusan pemenangan oleh lembaga otoritas pemilu, serta putusan hakim dari otoritas Mahkamah yang menangani perkara sengketa hasil pemilu. Lantas bagaimana dengan kedua lembaga tersebut? Apakah masih bisa dipercaya Pilpres yang jurdil? Dan langsung terbersit dalam hati saya, apakah ini kode keras akan terjadi kecurangan?
Belum lagi terkait DPT tambahan sebanyak 31 juta, bolehkan dibilang DPT Siluman. Soal ini, kubu Prabowo-Sandi pernah mendatangi KPU beberapa waktu lalu untuk mempertanyakan dugaan adanya data siluman dari Kemendagri yang mencapai 31 juta untuk Pemili 2019. Sungguh aneh, karena data tersebut diserahkan Kemendagri ke KPU setelah KPU menetapkan DPT untuk Pemilu 2019 mencapai 185 juta pemilih. Kemendagri menyerahkan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu kepada KPU mencapai 196 juta.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Kubu Prabowo-Sandi juga mengkritik dari 185 juta DPT masih ada sekitar 25 ribu pemilih ganda. Sayang, ketika kubu paslon nomor urut 2 mendatangi KPU, KPU belum mengetahui data yang disebut oleh Kemendagri tersebut. Alasannya, KPU tidak bisa mengakses karena ada surat edaran dari Kemendagri bahwa data 31 juta tersebut belum boleh dibuka. Ini sungguh misterius. Ada potensi tidak terjadi transparansi. Penambahan DPT sebanyak 31 juta dari Kemendagri berpotensi menimbulkan kekacauan dalam proses Pemilu 2019 mendatang.
Nah, sudah seharusnyalah kasus e-KTP ini segera diselesaikan dan ditanggapi serius oleh pemerintah. Jika tidak, ini bisa mencederai proses demokrasi. Akan timbul bahaya seperti manipulasi partai-partai peserta pemilu, yang berkaitan dengan masalah suara. Tentu saja sebagai warga Negara, saya merasa khawatir akan ada penyalahgunaan e-KTP dalam pesta demokrasi di tahun depan. Jika tidak ditangani serius, terbuka kemungkinan ada penyalahgunaan KTP orang lain untuk melakukan pencoblosan.
[Oleh : Pratitis Mukti Tami, Caleg DPR RI Dapil 5 Jawa Tengah dari Partai Gerindra]