Pencitraan Sontoloyo Menjadi Bumerang bagi Jokowi

Avatar photo

- Pewarta

Sabtu, 10 November 2018 - 19:09 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PRESIDEN JOKO Widodo kembali mengkritik para politikus Tanah Air yang menurutnya hanya menakuti rakyat. Hal ini disampaikan Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di Tegal, Jawa Tengah. Jokowi menyebut, saat ini banyak politikus yang banyak mempengaruhi tapi tak beretika.

Menurut Jokowi, para politikus ini tidak memiliki sopan santun politik yang baik. Jokowi mengaku heran mengapa politikus tersebut justru membuat masyarakatnya takut. Seperti halnya “sontoloyo”, Jokowi kembali memakai istilah kontroversial atau diksi politik genderuwo.

https://opiniindonesia.com/2018/11/09/politik-tanpa-adab-tanpa-moral-tanpa-makna/

Diksi politik sontoloyo dan politik genderuwo jelas ditujukan kepada pihak oposisi, yaitu kubu prabowo-sandi. Genderuwo itu bertendensi seram dan menakutkan. Kubu Prabowo-Sandi sering memakai istilah “Make Indonesia Great Again”, atau istilah “tempe setipis ATM”.

Padahal mungkin menurut Jokowi, kenyataannya tidaklah seperti itu. Pihak Jokowi melihat diksi kubu oposisi itu hanya”menakut-nakuti”.

Saya menduga ada sosok di belakang Jokowi yang saat ini dengan sengaja menjadikan sang petahana lebih garang dengan pemakaian diksi-diksi kontroversial, seperti sontoloyo atau genderuwo ini.

Kenapa? karena strategi pencitraan yg menjadi kekuatan utama Jokowi sudah tidak efektif lagi, seperti blusukan ke sawah atau masuk gorong-gorong. Pencitraan yang berlebihan sekarang menjadi bumerang dan kontraproduktif bagi petahana.

Jadi ini memang seperti jurus kampenye baru untuk meraih simpati pemilih mengambang (undecided voters dan swing voters), sekaligus merekatkan stong votersnya.

Efektifkah ? Faktanya, memang ada persoalan ekonomi yang dirasakan rakyat sekarang ini. (menurunnya daya beli masyarakat, minimnya lapangan kerja, dan lain-lain).

Dan jangan lupa, masyarakat Indonesia pada dasarnya memang senang cerita hantu atau setan yang menakutkan. Beberapa produksi film nasional mencapai puncaknya pada produksi film bernuansa horor.

Semakin seram, semakin laris ditonton. A glimpse into the world proves that horror is nothing other than reality, kata Alfred Hitchcock. (*)

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

[Oleh : Igor Dirgantara. Penulis adalah Direktur Survey & Polling Indonesia (SPIN)]

(*) Untuk membaca tulisan Igor Dirgantara yang lainnya, silahkan KLIK DI SINI.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru