Rio Tinto, Freeport, dan Inalum

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 24 Desember 2018 - 16:40 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PADA TAHUN 1996, Freeport McMoRan (FM) yang telah mengantongi izin penambangan emas di Papua hingga tahun 2021, membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membuka tambang emas baru di Timika.

Lalu diajaklah Rio Tinto, sebuah perusahaan tambang dunia asal Inggris, untuk bekerja bersama dengan menginvestasikan sejumlah modal di tambang baru ini.

https://opiniindonesia.com/2018/11/11/jokowi-harus-tolak-rencana-perubahan-enam-pp-nomor-23-tahun-2010-ini-alasannya/#

Disepakati, dari kerjasama penanaman modal tersebut, FM melalui anak perusahaannya Freeport Indonesia (FI) mendapat hak pembagian hasil 60% dari keuntungan operasi penambangan emas di Timika, dan sisanya yang 40% menjadi hak Rio Tinto.

Ketika perjanjian ditanda-tangani, maka resmilah Rio Tinto mendapat hak partisipasi (participating interest) penambangan emas di Papua hingga tahun 2022, dimana Rio Tinto berhak atas setiap 40% keuntungan yang diperoleh Freeport Indonesia hingga masa kontrak berakhir.

Hak partisipasi bukan saham. Ini dua hal yang berbeda.

Bagaimana setelah tahun 2022? Ya kontrak selesai. Jika kontrak tidak diperpanjang, maka FM wajib mengembalikan 40% dari nilai asset FI ke Rio Tinto, dan Rio Tinto tidak lagi berhak atas keuntungan yang didapat FI, jika FI memperpanjang kontrak dengan pemerintah Indonesia setelahnya.

Lalu, yang dibeli Inalum, apa?

Dari informasi yang beredar, yang dibeli Inalum adalah hak partisipasi Rio Tinto. Jika benar, maka keliru jika hak partisipasi ini dianggap sama dengan kepemilikan 40% saham di FI. Bisa saja hak partisipasi ini dikonversi menjadi saham, tergantung kesepakatan FI dan Inalum.

Tapi saat ini, kesepakatan itu belum terjadi. Saham pemerintah di FI masih 9%. Status Inalum hanyalah pemegang hak partisipasi baru, dimana Inalum berhak atas 40% keuntungan yang diperoleh FI hingga tahun 2022.

Lho, kontrak FI di Indonesia kan habis tahun 2021? Jika kontrak tidak diperpanjang, bukankah Inalum akan kehilangan satu tahun penghasilan?

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Agar Inalum tidak rugi, dan agar tetap bisa bayar cicilan utang akibat pembelian hak partisipasi ini, mau tidak mau pemerintah harus memperpanjang kontrak Freeport Indonesia.

Kontrak baru, perjanjian baru. Jika FI membutuhkan tambahan modal untuk eksplorasi tambang baru misalnya, maka Inalum wajib menyetor modal baru sebesar 40% tambahan investasi yang dibutuhkan.

Akhirnya, Freeport senang karena mereka bisa memperpanjang kontrak tanpa harus kehilangan saham dan tanpa perlu membayar ganti rugi ke Rio Tinto.

Rio Tinto senang karena modal mereka bisa kembali utuh setelah mengeruk ratusan triliun rupiah selama 22 tahun berinvestasi di Papua. Dan rakyat Indonesia juga senang karena mengira telah memiliki 51% saham di Freeport Indonesia.

[Oleh : Wendra Setiawan, pemerhati masalah ekonomi, dan politik]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru