Opiniindonesia.com – RUU Cipta Kerja telah diketok palu jadi UU di rapat paripurna DPR, 5 Oktober lalu. Sekalipun terkesan “kejar tayang” dan terbilang kilat, UU Cipta Kerja adalah sebuah realitas.
Karena pemerintah menganggap regulasi ini dapat memacu peningkatan investasi di Indonesia dan mampu mengatrol pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahkan dianggap dapat menciptakan peluang kerja lebih banyak terutama di masa pandemi Covid-19. Tentu, semua itu harus ditunggu buktinya
Salah satu butir menarik yang patut disoroti adalah soal pesangon pekerja. Bagian dari klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja. Kalangan pekerja atau buruh merasa keberatan. Demonstrasi pun tidak bisa dihindari.
Baca Juga:
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Ada yang menganggap pasal pesangon dihilangkan. Ada pula isu PHK (pemutusan hubungan kerja) dapat dilakukan secara sepihak dan tidak ada pesangon. Maka beredar hoaks seputar UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan, terkhusus soal pesangon.
Lalu apa masalahnya dengan soal pesangon di UU Cipta Kerja? Selain untuk meluruskan isu yang beredar, mungkin publik maupun pekerja perlu tahu dengan gamblang soal pesangon di UU Cipta Kerja yang baru disahkan.
Secara prinsip tidak ada perubahan yang signifikan soal pesangon. UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dengan tegas di Pasal 156 menyatakan
ayat (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Maka ketentuannya adalah: a) uang pesangon (UP) maksimal 9 kali upah, tergantung masa kerja
(ayat 2), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK) maksimal 10 kali upah, tergantung masa kerja
Baca Juga:
Jadikanlah hari raya ini sebagai pembawa kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua
Termasuk Kapolda Bengkulu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo Angkat 10 Kapolda Baru
Sebelum Dirawat, Paus Fransiskus Sempat Berselisih dengan Kardinal Soal Defisit Keuangan Vatikan
(ayat 3), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan tetap berlaku
(ayat 4). Kecuali uang penggantian hak kesehatan dan perumahan dengan faktor 15% upah dihapus karena dianggap sudah ter-cover dari BPJS Kesehatan dan Tapera.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya