Opiniindonesia.com – Belum sebulan diumumkan Presiden Jokowi, Staf Khusus Milenial itu terus menuai polemik dan kontroversi.
Keberadaan stafsus dari kalangan milenial dikritik banyak pihak. Sebab, jumlah pembantu presiden saat ini sudah terlalu banyak, sehingga membuat lembaga kepresidenan semakin gemuk.
Kritik juga datang dari berbagai penjuru, mulai dari tidak adanya kewajiban mereka bekerja secara penuh, gaji yang besar, hingga upaya pencitraan yang dilakukan oleh Jokowi.
Dalam konteks stafsus milenial, banjirnya informasi negatif yang semakin deras, tentu saja akan diikuti dengan persepsi publik yang bisa jadi lebih besar lagi negatifnya.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Jika hal ini yang terjadi, maka kita bisa menebak apa yang terjadi terkait dengan citra, reputasi dan nama baik stafsus milenial.
Persepsi membentuk emosi dan pikiran kita terhadap realitas. Sama halnya dengan itu, persepsi juga dapat menciptakan realitas, kalau persepsi itu secara berulang-kali kita alami dan persepsikan, maka lama-kelamaan ia menjadi realitas.
Realitas menciptakan persepsi artinya apa yang kita berulang-ulang, maka lama-kelamaan ia menjadi persepsi.
KRITIK TERHADAP STAFSUS MILENIAL
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, keberadaan stafsus tersebut hanya akan membebani anggaran negara yang lebih besar. Pekerjaan mereka hanya memberikan opini dan pendapat saja. Kalau hanya itu, lebih baik Presiden dibantu ahli-ahli yang tak diikat jam kerja, cukup diikatkode etik, tidak perlu diberikan kompensasi puluhan juta.
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid menyebut banyaknya stafsus yang ada dikhawatirkan justru akan membuat presiden bingung. Seharusnya, adanya staf khusus, bukan hanya gimmick milenial, tetapi policy.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon meragukan, para stafsus milenia itu akan banyak membantu kepala negara dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya, ia menduga, penunjukkan itu tak lebih dari sekedar pencitraan.
Meskipun Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyambut baik penunjukkan staf khusus milenial oleh Presiden Joko Widodo. Namun menurut dia hal itu seperti memberikan kesempatan anak muda magang di dunia pemerintahan.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
“Ini katakanlah latihan kalau kamu di sekolah ada kampus ada magang, kita kenal itu,” ujar Surya.
APA KESALAHAN STAFSUS MILENIAL?
Dari sisi komunikasi, derasnya info negatif terhadap stafsus milenial memperjelas adanya gangguan yang berpotensi besar menurunkan kredibilitas citra dan reputasi stafsus milenial.
Jika ini yang terjadi, maka pemerintah mestinya bisa segera bereaksi cepat dan tepat untuk mengambil langka-langkah komunikasi dalam rangka image restoration atau pemulihan citra atau restorasi reputasi.
Caranya tentu banyak jalannya. Yang jelas, jangan biarkan stafsus berjalan sendirian, ataupun membiarkan stafsus merespon sendirian, menyangkut kritikan terjadap posisinya. Pasti dampaknya bisa lebih buruk.
Tidak semestinya stafsus membela diri. Biarlah pemerintah dan third parties opinion leader di pihak pemerintah yang menjelaskan semua kritikan kepada stafsus milenial.
Mengapa? Saya belum melihat ada kesalahan stafsus milenial ini. Artinya, stafsus tidak perlu kegeeran merespon semua hal yang dialamatkan kepada personal/organisasinya.
KURANGI BICARA, PERBANYAK BEKERJA
Adalah sebuah prestasi, atau minimal menjadi kebanggan jika mereka ditunjuk oleh Presiden Jokowi. Bukan salah mereka, malah bisa jadi tidak benar, jika mereka menolak perintah Presiden.
Juga bukan kesalahan, jika mereka adalah anaknya pengusaha ataupun anaknya pejabat. Jadi? Ya sudah terima saja.
Tidak bagus, belum sebulan bekerja sudah banyak bicara, menjawab ini dan itu. Biarlah tugas klarifikasi, membantah atau menyerang menjadi urusan jubir Presiden atau media centernya.
Lebih baik stafsus milenial banyak berdiskusi dengan Presiden RI dan yang terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah lebih banyak bekerja dan berkarya untuk bangsa.
Buat terobosan-terobosan baru yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Baik sebagai stafsus, maupun sebagai pemimpin bisnis ataupun pemimpin organisasi. Itulah yang seharusnya yang dipublikasikan luas.
Jika ini bisa dilakukan dengan baik tentunya akan menghapus pesimisme dan keraguan publik, sekaligus juga menjawab kritikan para politisi dan pengamat.
Bekerja dengan baik, berkarya dengan bagus, serta berprestasi bagi bangsa, karena sudah memiliki prestise jabatan yang luar biasa adalah langkah-langkah untuk memulihkan citra, merestorasi reputasi yang paling efektif.
Namun jika stafsus milenial ini terlalu banyak komentar dan merespon terkait kritik yang diluncurkan kepada organisasinya, maka lebih baik mereka menjadi staf jubir saja.
Karena, dipastikan kritikan pedas akan meluncur lebih deras, dan bukan tidak mungkin malah mengganggu kinerja Presiden RI.
Oleh : Budi Purnomo S.IKom, M.IKom, praktisi media dan komunikasi, owner Budipurnomo.com
(*) Tulisan ini sudah dipublikasikan media Apakabarnews.com