Seharusnya Tegakkan Kebenaran, Bukan Tegakkan Hukum

Avatar photo

- Pewarta

Sabtu, 11 Juli 2020 - 20:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (Foto : Instagram @ririsnisantika)

Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (Foto : Instagram @ririsnisantika)

Opiniindonesia.com – Berapa thn yll saya pernah mengatakan bhw kita belum memerlukan atau belum siap utk ber-Mahkamah Konstitusi (MK). Mengapa? Karena, waktu itu saya khawatir bhw, politik akan mengintai MK. Manalagi putusan MK berlabel “final dan mengikat”.

Dg kondisi masyarakat kita spt dulu dan bahkan skrg ini, apakah label tsb tdk berbahaya? Pastinya. Klo putusannya benar dan meyakinkan, itu sih no problem. Tp akan menjadi bermasalah kalau putusannya bersifat contaminated politically. Kalau putusannya spt itu, apa mau tetap bersifat “final dan mengikat” juga? Bagi banyak ahli hukum putusan tsb mmg hrs tetap bersifat “final dan mengikat”.

Sederhana saja, karena putusan itu sdh menjadi hukum. “Tegakkan hukum, wlp langit akan runtuh”. Begitulah prinsipnya. Tp kalau masalahnya dilihat dg kacamata politik, apakah putusan yg salah itu hrs tetap terus dipertahankan sbg bersifat “final dan mengikat”? Tentunya, tidak. Yg salah hrs dikoreksi! Maka prinsip yg dipegang pun hrs berubah dari “tegakkan hukum” menjadi “tegakkan kebenaran sekalipun langit akan runtuh”! Sebab, kalau kebenaran tidak ditegakkan, maka kehidupan masyarakat akan dipenuhi oleh rasa kecewa dan frustrasi, yg akan berujung pada timbulnya destabilisasi politik.

Itulah yg dialami Indonesia pasca putusan MK utk mensahkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin dlm Pilpres 2019. Putusan MK ini tetap dianggap absah olh banyak pakar hukum, dg berbagai dalih, pd saat Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yg berimplikasi “korektif” thd putusan MK itu.

Apa benar putusan hukum yg berjalan tdk bisa dikoreksi? Saya berpendapat, boleh dan hrs bisa dikoreksi. Sebab, hal yg salah memang hrs dikoreksi, demi tegaknya kebenaran dan utk mencegah berulangnya lagi kesalahan yg sama di masa depan. Kalau tidak begitu, maka nnt kita tidak akan punya pegangan, mana yg benar mana yg salah. Karena itu sifat “final dan mengikat” tidak selayaknya diberikan kpd lembaga yg tidak mampu menjamin tegaknya kebenaran.

Oleh : Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, Dosen Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1968- 2007

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru