Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
OPINIINDONESIA.COM – Tumbangnya Silicon Valley Bank (SVB) yang telah dinyatakan ditutup oleh regulator Amerika Serikat pada Jumat (10/3/2023) yang lalu menjadi pertanda buruk bagi bisnis rintisan.
SVB dikenal sebagai Bank yang fokus kepada pembiayaan perusahaan teknologi dan start-up.
Bank ini memiliki aset sekitar $209 miliar dan deposito $175,4 miliar dan dinyatakan sebagai bank peringkat ke-16 sebagai pemberi pinjaman AS terbesar pada 2022 lalu.
Baca Juga:
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Menghadapi resesi global SVB menaikan suku bunga yang lebih tinggi sehingga mempersulit start-up untuk membayar cicilan dan membuat nasabah secara rush menarik simpanan mereka di SVB.
Kejadian ini diprediksi akan membuat bank-bank di dunia menjadi berhati-hati dalam pembiayaan bisnis rintisan.
Belakangan ini bisnis rintisan (start-up) satu persatu berguguran. Ribuan karyawannya terkena PHK seperti yang terjadi di Amazon, 5 Januari 2023 lalu telah mem-PHK sekitar 18000 karyawan.
Google juga mem-PHK 12000 karyawan. Meta, Induk Facebook juga akan PHK 10 Ribu Karyawan hingga Akhir Mei 2023
Baca Juga:
Jadikanlah hari raya ini sebagai pembawa kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua
Termasuk Kapolda Bengkulu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo Angkat 10 Kapolda Baru
Sebelum Dirawat, Paus Fransiskus Sempat Berselisih dengan Kardinal Soal Defisit Keuangan Vatikan
Di dalam negeri terakhir GOTO mem-PHK 1300 orang dan kembali PHK 600 karyawannya untuk merampingkan bisnis.
Jika ditelusuri lebih jauh maka para pegiat bisnis rintisan harus lebih berhati-hati dan lebih kreatif untuk meningkatkan feasibility bisnisnya.
Mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian tersebut, maka proyek Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat diprediksi tidak memiliki masa depan.
Bukit Algoritma rencananya adalah tempat terhimpunnya para industri rintisan yang terintegrasi seperti halnya Silicon Valey di California yang menjadi role model bisnis tech-start up.
Baca Juga:
Soal Hubungan dengan SBY dan Jokowi, Prabowo Subianto: Saya Minta Masukan dari yang Berpengalaman
Bukit Algoritma digagas oleh Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko yang saat ini sudah berjalan hampir 2 tahun.
Sejak groundbreaking PT Kiniku Bintang Raya (KSO) dan BUMN Konstruksi PT Amarta Karya (Persero) pada tangal 9 Juni 2021 oleh yang lalu
Namun sampai awal 2023 belum juga ada progress pembangunan.
Proyek bukit Algoritma tidak memiliki perencanaan yang matang karena para penggasan tidak punya wawasan yang cukup dan mumpuni
Terkait membaca situasi masa depan khususnya paska pandemi yang tidak menguntungkan para pemain rintasan (starup).
Penggasan proyek tersebut sekedar memanfaatkan kekuasaan “aji mumpung” daripada perencanaan yang matang.
Akibatnya proyek bukit algoritma akan gagal dan para pelaku proyek BUMN dan swasta kemungkinan akan dipidanakan karena merugikan aset BUMN.
Proyek yang bernilai Rp18 triliun bila berhasil dibangun akan menjadi bangunan kosong karena sepi dihuni perusahaan rintisan.
Karena paska runtuhnya SVB, perusahaan rintisan diprediksi kekurangan modal dan akhirnya harus memPHK karyawannya.
Salah satu tanda Bukit Algoritma akan gagal adalah keterlambatan pembangunan proyek yang hampir 2 tahun tidak ada progres.
Keterlambatan tersebut disebabkan perencanaan yang serampangan dan ketiadaan investor yang mau berinvestasi.
Jelas, proyek bukit algoritma ini akan menjadi liabilitas bagi pemerintahan sekarang dan pemerintahan masa depan.
Kejatuhan Silicon Valley Bank yang berkorelasi dengan pembiayaan start-up di AS dan Global memberikan gambaran bahwa start-up kini bukan lagi bisnis yang menggiurkan.
Hal ini akan diikuti suramnya masa depan proyek Bukit Algoritma.
Proyek Bukit Algoritma malah menjadi beban BUMN daripada aset keuntungan perusahaan plat merah.
Bila ini menjadi beban maka para penggagasnya harus dimintai pertanggungjawaban.
Pemerintah Indonesia harus melakukan review terhadap rencana pembangunan dan program kerja proyek ini.
Jika mau diteruskan maka harus ada kajian lebih jauh untuk meningkatkan kelayakan dan kemanfaatan lebih jauh atas dibangunnya Bukit Algoritma
Sehingga tidak menjadi kesia-siaan yang menghabiskan triliunan anggaran yang merugikan para investornya.***