Diserang di Debat, Prabowo Makin Banjir Simpati

Avatar photo

- Pewarta

Selasa, 19 Februari 2019 - 15:15 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MENANG! Itulah tujuan debat pilpres. Benarkah? Secara pragmatis, iya. Setiap capres ingin menang di pilpres. Diantara caranya melalui debat. Apakah debat disetting hanya semata-mata agar capres bisa menang? Tak perlu sikap moral dan narasi kebangsaan?

Jika dijawab iya, anda tidak bermoral. Jawaban ini akan membuat anda yang terlibat dalam debat menghalalkan segala cara dan mengabaikan semua bentuk norma, nilai dan aturan. Selama ada celah, anda akan lakukan. Persetan apa kata orang. Yang penting, anda menang.

Sayangnya, bangsa ini adalah bangsa yang bermoral. Tidak selalu melihat siapa yang “merasa menang” dalam debat. Tapi, faktor kejujuran, kesantunan, ketaatan pada aturan dan jiwa kerakyatan menjadi variabel yang tak kalah penting di mata rakyat.

Terbukti, sejumlah orang jadi bupati, gubernur dan bahkan presiden karena kerendahan hati dan kesantunannya. SBY adalah bagian dari contoh itu. Orang lihat prestasinya? Tidak! Karena 2004 rakyat belum terlalu pintar dan cermat untuk mengukur prestasi SBY. Tapi dia menang. Kenapa? Dia sabar dibilang Jenderal kanak-kanak, dia santun, dia Jawa, dan dia ganteng. Cerdas? Tentu. Cukup! Itu yang membuat SBY menang.

Apakah keadaan ini akan menular ke Prabowo? Bisa jadi. Sangat mungkin. Bukankah ada yang menganggap, Jokowi pemenangnya di debat? “Merasa menang” di debat, tak berarti akan menang di pilpres. Apalagi, debat kedua kemarin menyisakan sejumlah persoalan. Apa itu?

Pertama, Jokowi dianggap overclaim. Bilang bahwa dia telah membangun 191.000 km infrastruktur jalan. Menurut data, itu tak benar. 191.000 km itu akumulasi dari infrastruktur jalan yang dibangun sejak zaman Belanda. Ada kontribusi Jepang, Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY. Terbiasa overclaim, Jokowi dianggap kurang pandai mengakui dan menghargai prestasi para pemimpin sebelumnya. Inilah yang juga seringkali dikeluhkan SBY.

Kedua, Jokowi dianggap berbohong soal data. Mungkin tepatnya, salah menyebut data dan angka. Soal kebakaran hutan, misalnya. Tiga tahun terakhir tak ada kebakaran hutan, katanya. Paginya, sejumlah media dan berbagai tulisan artikel mengkritik habis-habisan. Data itu salah! Kebakaran hutan tak pernah berhenti. Jumlahnya ratusan ribu hektar. Bahkan foto Jokowi ada di sekitar lokasi kebakaran hutan jadi viral. Sejumlah media mengkritiknya dengan keras.

Belum lagi data terkait impor jagung, sosial conflict soal pembebasan tanah, dan lain-lain. Banyak bersalahan. Kritik terkait kesalahan banyak data ini, tak ada yang bantah. Termasuk oleh pihak timses dan pendukung Jokowi. Artinya, sementara terkonfirmasi bahwa itu salah. Apakah itu berarti berbohong? Jika itu disengaja, berarti bohong. Kalau tak sengaja, berarti salah masukan, atau salah update data. Minimal salah menghafal data. Tapi, kesalahannya kok banyak? Diem loh!

Emang dihafal? Bukannya ada alat pembisik di telinganya? Stop! Jangan menuduh sebelum semua terbukti. Kalau toh terbukti, belum tentu itu pelanggaran. Soal etika, lain masalah. Intinya, lihat yang sudah pasti-pasti. Abaikan praduga yang belum terbukti.

Ketiga, Jokowi dianggap tak patuh aturan KPU. Dimananya? Disepakati bahwa debat tak menyerang pribadi. Jokowi serang Prabowo. Soal hak milik ratusan hektar di Kalimantan dan Aceh. Padahal, itu HGU, bukan hak milik. Salah lagi!

Ini serangan kedua kalinya kepada Prabowo. Di debat pertama, Jokowi juga menyerang personal Prabowo soal caleg mantan korupsi dari Gerindra. Faktanya, Golkar, partai pendukung Jokowi, yang paling banyak caleg mantan napikornya.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Tim Prabowo protes. Tampak di video yang viral, ada Jansen (Demokrat), Ferdinand (Demokrat), Prio Budi Santoso (Berkarya), Daniel (PAN), Ustaz Sambo (guru ngaji Prabowo) dan sejumlah nama lain berdiri dan menghampiri KPU. Bertanya kenapa KPU tidak mencegah dan menegur Jokowi? Mereka juga menuntut KPU komitmen dan tegas. Sempat terjadi cekcok mulut dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Tim Prabowo mengancam bubar dan tidak melanjutkan debat. Apa respon Prabowo? “Sudahlah. Gak apa-apa. Sabar saja.”

Super sekali! Kata Mario teguh. Sungguh sangat bijak. Watak asli Prabowo muncul. Selama untuk bangsa dan dengan anak bangsa, harus mengalah. Itulah kata-kata yang seringkali diucapkan Prabowo. Tapi, jangan sekali-kali ada pihak luar (Asing dan Aseng) yang merusak dan ancam bangsa ini, dia pasti marah besar. Prabowo sebut ini sebagai sikap seorang nasionalis dan patriot.

Sebelumnya, Jenderal (purn) Joko Santoso (Joksan), ketua BPN Prabowo-Sandi juga protes. Pasalnya? Soal pengambilan kertas soal. Kenapa harus di kotak yang berbeda. Kalau beda tempat mengambilnya, kenapa harus diundi? Joksan curiga. Ada permainan KPU.

Inilah sejumlah masalah yang tersisa dari debat kedua capres. Dengan semua dinamikanya, Jokowi “dikesankan” publik sebagai capres yang ingin mengahabisi Prabowo di debat. Dalam konteks ini, Jokowi dan tim tak sadar bahwa kemenangan itu ditentukan oleh apa yang ada di kepala rakyat. Itulah yang dinamakan dengan persepsi! Capres tampil lebih jujur, punya integritas, berkomitmen kepada rakyat, rendah hati dan memiliki kompetensi, akan lebih kuat meraih simpati rakyat

Malam pasca debat, juga pagi harinya, justru yang ramai di media dan medsos, Jokowi kalah. Data dan sikapnya dikritik, bahkan ditelanjangi oleh media dan publik. Termasuk oleh Kompas yang selama ini dianggap berpihak padanya.

Dalam berbagai polling, Jokowi kalah jauh dengan Prabowo. Rata-rata 20% vs 80% untuk Prabowo. Begitu juga kejadian di stadion Si Jalak Harupat sore harinya. Saat Ridwan Kamil, gubernur Jabar yang getol dukung Jokowi ini memutari stadion, ribuan penonton teriak: Prabowo… Prabowo… Prabowo…

Nampaknya, debat kedua justru menambah suplai militansi rakyat untuk semakin memberikan dukungan kepada Prabowo yang dianggap telah berulangkali terdzalimi. Ini menyangkut masalah integritas, kejujuran dan kerendahan hati Prabowo yang berpotensi besar menarik empati dan simpati undecided voter (rakyat yang belum menemukan pilihan) dan swing voter (pemilih yang bisa pindah dan berubah pilihannya). Jika asumsi ini benar, maka peluang Prabowo untuk menang semakin besar.

[Oleh : Tony Rosyid. Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru