Gagalnya Isu Khilafah

- Pewarta

Selasa, 9 April 2019 - 11:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opiniindonesia.com – Khilafah dalam konteks gerakan politik Indonesia itu khas milik HTI. HTI itu koncone PKS? Bukan! Gak ada hubungannya. PKS justru paling kencang mengkritik HTI karena HTI golput. Sebagai partai politik, PKS anti golput. HTI itu FPI? Bukan juga! FPI itu NU banget. Shalawat, ziarah kubur, tahlil dan qunut. FPI pro demokrasi. Beda dengan HTI.

Lalu HTI itu siapa? Bukan PKS, dan bukan pula FPI. HTI itu ya HTI. Setiap pemilu golput. Anda tahu golput? Golput itu gak dukung siapa-siapa, dan gak ikut nyoblos. Bagi HTI, demokrasi itu haram. Tahu artinya haram? Dilarang! Makanya, mereka golput. Dan kita, masyarakat pemilih, gak perlu risau dengan HTI.

HTI bukannya pendukung Prabowo ya? Ngawur! Bahkan super ngawur! Ya bukanlah. Golput kok dukung. Kalau HTI mau dukung, kemungkinan dukung PBB. Coba lihat jejak digitalnya di media. HTI dukung PBB, karena Yusril jadi pengacaranya. Apakah berarti HTI dukung Jokowi? Ya gak tahu. Silahkan tanya HTI dan Yusril. Hanya mereka berdua yang tahu, selain Tuhan.

Isunya HTI dukung Prabowo? Namanya juga isu. Dibuat, dipoles dan digoreng. Ini namanya black campaign. Kampanye hitam. Bahasa agamanya “fitnah”. Tujuannya? Nyerang Prabowo. Ini gak bermoral kawan!

Ada tiga isu yang selalu dimainkan dan berulang-ulang digunakan sebagai propaganda kampanye untuk menyerang Prabowo. Pertama, isu khilafah. Kedua, isu radikal. Ketiga isu wahabi. Wahabi itu identik dengan no tahlil, no ziarah kubur dan no qunut. “Kalau calon ini menang, maka tahlil, ziarah kubur dan qunut tak ada lagi di Indonesia.” Lucu bukan? Lucu banget.

Tiga isu ini terus diopinikan ke publik untuk menakut-nakuti pemilih. Namanya juga propaganda politik.

Tapi, yang bicara begitu ada yang bergelar kiyai pesantren? Ingat, kiyai itu pinter agama, tapi bukan berarti pinter politik. Kiyai itu, terutama yang hidup di kampung, umumnya sosok yang lugu dan sederhana. Karena keluguannya itu, ada pihak-pihak yang memanfaatkan. Bisikin kiyai bahwa negara ini terancam oleh kelompok Islam radikal. Ada kiyai yang langsung percaya. Namanya juga orang lugu.

“Pak kiyai, kalau si A menang, maka tahlil, ziarah kubur dan qunut akan dihapus.” Percaya juga. Dengar bisikan itu, badan kiyai bisa gemetar. Wajahnya memerah, dan hatinya marah. Besoknya, kiyai langsung berceramah. Isinya mengutuk dan melaknat calon si A. Begitulah yang selama ini terjadi. Orang baik, karena keluguannya, seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menebar fitnah. Menurut anda, siapa yang jahat? Pembisik! Pak kiyai, siapapun anda, hati-hati dengan para pembisik ini.

Untuk memastikan bahwa khilafah adalah isu, fitnah dan kampanye hitam belaka itu simple. Sangat mudah. Caranya? PKB masuk koalisi. Maksudnya? Kalau PKB ikut dukung Prabowo, maka isu khilafah, radikal, bahkan wahabi, seketika hilang. Pergi tanpa jejak.

Ingat Pilgub Jawa Tengah 2017 lalu? Ketika PKS, PAN dan Gerindra mengusung Sudirman Said jadi calon gubernur, apakah ada isu khilafah, radikal dan wahabi? Tidak ada! Kenapa? Karena PKB ikut gabung. Anda bisa bayangkan jika PKB tak ada di partai koalisi Sudirman Said saat itu, hampir pasti isu khilafah, radikal dan wahabi (no tahlil, no ziarah kubur, no qunut) akan dimainkan. Pahamkan?

Dulu di DKI, juga ada isu. Jika Anies-Sandi menang, Jakarta akan menerapkan syariat Islam. Islam di Jakarta akan jadi Islam radikal. Tahlil, qunut dan ziarah kubur akan dihapus. Faktanya sekarang? Nol! Gak terbukti! Ngawur bukan? Masak ke-ngawuran ini diulang lagi. Mikiiiir, kata Cak Lontong. Artinya, pakai otak dong…

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Secara moral, kampanye model ini menodai demokrasi kita. Jaringan syaraf rakyat dirusak oleh pola kampanye hitam seperti ini. Satu sisi kita menolak politik identitas, tapi disisi lain kita terus menyuarakan identitas-identitas yang lebih fanatik. Ini memprihatinkan.

Lalu, apakah isu khilafah berpengaruh? Untuk non muslim mungkin iya. Tapi juga harus diingat, mayoritas non muslim adalah pendukung PDIP. Kata LSI, angkanya 54,7 persen. Siapapun calon yang diusung PDIP, mereka juga ikut dukung. Sebagian kecil non muslim menyebar ke partai-partai lain. Ada isu khilafah atau tidak, non muslim prosentasenya sangat kecil yang mendukung calon di luar PDIP.

Pengaruhnya terhadap Nahdliyyin? Orang-orang NU sudah pada cerdas. Tahu mana yang fitnah, mana yang beneran. Jadi, isu khilafah, juga isu radikalisme dan wahabi, tak akan banyak mempengaruhi pilihan warga Nahdliyyin. Kecuali yang “die hard” PKB. Yang mati urip nderek PKB.

Isu khilafah hanya ramai di opini, tapi tak signifikan mempengaruhi pilihan rakyat. Buktinya, bersamaan dengan makin kencangnya isu khilafah, elektabilitas Prabowo tetap naik, dan elektabilitas Jokowi terus turun. Ini tanda, permainan isu khilafah telah gagal.

Oleh : Tony Rosyid, adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru