BEBERAPA WAKTU belakangan ini, ada hal yang menarik untuk dicermati oleh publik yaitu pemerintah telah mempertontonkan kebobrokan dalam berkordinasi antar lebaga, pertanyaanya Mengapa koordinasi pemerintah dibawah nahkoda Presiden Jokowi sebobrok dan seamburadul itu?.
Penulis mencermati kekacauan dalam berkordinasi saat masyarakat dan publik dikagetkan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) namun sejam kemudian diturunkan kembali, berbagai alasan pun dimunculkan oleh pemerintah soal kenaikan harga BBM namun opini yang melekat ke Publik adalah Jokowi tidak mampu menjadi leader diantara kabinetnya.
Ini membuktikan kalau pemerintahan Jokowi sangat berantakan dalam koordinasi antar lembaga, bahkan lembaga ke presiden itu sendiri. Tentu hal ini menjadi kerugian besar untuk bangsa ini bukan hanya berdampak pada kepercayaan masyarakat ke Jokowi akan tetapi tentu Ivestor juga sulit mempercayai pemerintahan ini, semakin lama semakin membuat kepercayaan publik tergerus
Sebelumnya bobroknya koordinasi juga di tampilkan saat penanggulangan bencana alam, tsunami dan lumpur di Kabupaten Sigi, Donggala dan Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, dimana awal terjadi gempa, pemerintah melalui salah satu menteri membolehkan penjarahan, toko, minimarket dan lainnya.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Namun kemudian dibantah sendiri oleh Jokowi yang menyebutkan tidak ada penjarahan toko. Padahal puluhan video beredar dimedia sosial soal penjarahan yang dilakukan usai gempa.
Selain itu kordinasi buruk juga muncul oleh Jokowi sendiri soal pemulihan dampak bencana alam di Palu. Dimana pernyaanya dimuat oleh salah satu media ternama bahwa Palu akan pulih selama sepekan, namun disisi lain Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan bencana Palu Sulawesi Tengah baru bisa pulih selama setahun.
Masalah kekacauan koordinasi ini tidak akan selesai dengan hanya merombak kabinet atau reshuffle. Jokowi mungkin tidak menegaskan garis komando yang kuat agar semua bisa bekerja secara maksimal.
Garis komando yang jelas dibutuhkan karena semua sektor di negara ini saling terkait satu sama lain. Jokowi telah mendapatkan kesempatan akan tetapi selalu memperlihatkan kebobrokan dalam koordinasi jadi sulit mendapatkan kepercayaan yang ke dua kalinya.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
[Oleh : Usman Alkhair, pemerhati ekonomi dan politik]