Kegagalan Jokowi di Bidang Perdagangan dan Janji Tidak Impor

Avatar photo

- Pewarta

Selasa, 25 September 2018 - 19:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SALAH SATU persoalan pokok di hadapi Indonesia adalah impor beras yang merugikan kaum petani dalam negeri. Impor beras ini diduga utk kepentingan kaum kapatalis rente kartel yg sudah lama bercokol di Indonesia bekerjasama dgn elite Parpol berkuasa tertentu. Kapitalis rente ini bagaikan “benalu” bergantung hidup dan menggrogoti uang negara. Dlm referensi hal-ikhwal korupsi, Kapalis Rente ini salah satu pelaku “korupsi sandera negara”.

Terkait persoalan pokok kebijakan Kementerian Perdagangan tentang impor jutaan beras ini, sesungguhnya masih tanggungjawab Presiden Jokowi di bidang perdagangan Menteri Perdagangan sendiri hanyalah sebagai Pembantu Presiden Jokowi.

Kewenangan pemutusan kebijakan impor beras tetap secara penuh ditangan Jokowi. Kalaupun Menteri Perdagangan memutuskan kebijakan impor beras, hal itu atas pemberian kewenangan oleh Jokowi sbg Presiden RI.

Lalu, persoalan aktual dan publik tentang impor beras oleh Menteri Perdagangan, mengapa Jokowi diam saja, tidak ambil sikap ? Padahal masalah impor beras ini sudah pd tingkat konflik kelembagaan pemerintahan?

Dari aspek kelembagaan kekuasaan negara level nasional di era Jokowi ini terjadi lagi “kegaduhan” atau konflik terbuka di publik antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang di back up Menko Perekonomian Darmin Nasution berhadap-hadapan dengan penolakan impor oleh Dirut Bulog Budi Waseso (Buwas) dan data Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

Untuk menjawab vokal persoalan ini mudah saja. Rizal Ramli sudah jawab, tapi berujung urusan sengketa hukum dengan Partai Nasdem. Dalam realitas obyektif, tidak mudah. Mengapa? Kebijakan impor beras bukan soal kebijakan publik utk kepentingan negara dan rakyat, sudah dominan kepentingan kelompok pengusaha kapitalis rente di Indonesia.

Akibatnya, publik termasuk pakar ekonomi seperti Rizal Ramli dll yg alturistik protes keras terbuka di publik terus menerus.

Makna persoalan impor beras ini, yang terpenting bisa dijadikan bukti dan memperkaya data atas kesimpulan:

1. Kondisi Kinerja Jokowi buruk dan gagal di bidang perdagangan.

2. Jokowi ingkar janji kampanye Pilpres 2014 lalu, “akan tidak impor beras lagi”. Ingkar janji bisa bikin dosa buat Jokowi.

Berikut ini data, fakta dan angka membuktikan telah empat tahun Jokowi menjadi Presiden RI, gagal urus pemerintahan di bidang perdagangan.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Pertama, di dalam dokumen Nawacita, Jokowi berjanji akan melakukan “renovasi” atau “revitalisasi” sebanyak 5.000 pasar tradisional umur lebih 25 tahun.

Empat tahun Jokowi berkuasa, versi data Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, baru 1.000 pasar terealisir atau 35 % dari target 3.000 lokasi utk 3 tahun atau hanya 20 % dari target 5.000 lokasi utk 5 tahun.

Ini bukti, kinerja Jokowi buruk dan gagal. Tahun 2018 ini diperkirakan sangat terbatas kemajuan realisaii. Rezim Jokowi tenggelam hal-ikhwal impor beras Jutaan Ton.

Kedua, Jokowi sendiri memberi tiga tugas kepada Mendag Enggartiasto Lukita, antara lain meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan. Jokowi mengakui, kondisi “badan” perekonomian Indonesia memang sedang lemah. Terdapat masalah dalam fundamental ekonomi Indonesia.

Yakni defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan. Juga, Jokowi mengakui, ekspor Indonesia masih jauh di kawasan ASEAN. Bahkan kini ekspor Vietnam telah mengalahkan Indonesia.

Nilai ekspor Thailand telah mencapai US$ 231 miliar, kemudian disusul Malaysia US$ 184 miliar dan Vietnam US$ 160 miliar. Sedangkan nilai ekspor Indonesia saat ini baru sekitar US$ 145 miliar.

“Ini fakta, negara sebesar kita ini kalah dengan Thailand yang penduduknya 68 juta, Malaysia 31 juta penduduknya, Vietnam 92 juta, dengan resource, dengan SDM yang sangat besar kita kalah,” ujarnya (31/1/2018)

Ketiga, BPS merilis nilai ekspor dan impor pada Juli 2018. Pada periode tersebut, ekspor Indonesia tembus US$ 16,24 miliar atau tumbuh 19,33% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sementara impor naik 31,56% YoY menjadi US$18,27 miliar. Sehingga defisit neraca perdagangan Juli 2018 mencapai US$2,03 miliar.

Apabila ditarik secara historis, defisit neraca perdagangan Juli merupakan terparah dalam 5 tahun terakhir, atau sejak Juli 2013. Sepanjang tahun ini (hingga Juli 2018), defisit neraca perdagangan sudah mencapai US$ 3,1 miliar. Menurut Sri Mulyani, defisit neraca perdagangan di Juli dan Agustus 2018 ini masih belum berkurang, masing2 US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar.

Keempat, saat kampanye lisan Pilpres 2014, Jokowi berjanji akan secepatnya mewujudkan swasembada pangan dan lepas jeratan dari impor beras, daging, garam, dan komoditas lainnya Janji ini ternyata masih belum ditepati.

Terakhir memang Jokowi bertindak, tetapi sekedar menengahi perseteruan Budi Waseso dengan Enggartiasto Lukita. Padahal agar tidak inkar janji kampanye Pilpres 2014, Jokowi harus menyetop impor beras itu sendiri. Sungguh Jokowi tidak ada upaya tepati janji.

Empat tahun usia Rezim Jokowi Impor beras justru besar- besaran. Bukannya berhenti, bahkan bertambah “Jutaan Ton”. Tragis. Bukti kebijakan sungguh-sungguh ingkar janji kampanye Jokowi. Apakah Aktor seperti ini layak lanjut jadi Presiden lagi?

KESIMPULAN : Selama empat tahun Rezim Jokowi berkuasa, kondisi kinerja urusan pemerintahan di bidang “perdagangan” tergolong “buruk” dan gagal memenuhi janji kampanye, dan gagal meraih target rencana.

Kegagalan Jokowi di bidang perdagangan ini adalah persoalan pokok bagi Rezim Jokowi. Menurut Tim Studi NSEAS, issu impor beras era Jokowi ini hanya issu ikutan dari gelombang issu jauh lebih besar yakni kegagalan rezim Jokowi di bidang perdagangan.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

[Oleh : Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru