Hari Antikorupsi Dirayakan Dalam Suasana Prokorupsi

- Pewarta

Rabu, 11 Desember 2019 - 09:40 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tindakan antikorupsi diperlemah. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang dipandang oleh publik sebagai satu-satunya lembaga terpercaya dalam memberangus korupsi, sekarang dimandulkan oleh Presiden Jokowi.

Tindakan antikorupsi diperlemah. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang dipandang oleh publik sebagai satu-satunya lembaga terpercaya dalam memberangus korupsi, sekarang dimandulkan oleh Presiden Jokowi.

Dua hari yang lalu, 9 Desember 2019, seluruh dunia merayakan Hari Antikorupsi Internasional. International Anti-Corruption Day (IACD). Orang Indonesia juga ikut menggelar perayaan ini.

Di bagian-bagian lain dunia, perayaan itu menunjukkan kecocokan antara tekad dan tindakan untuk membasmi korupsi. Artinya, keinginan mereka untuk melenyapkan korupsi sejalan dengan kebijakan pemerintah. Tekad keras, tindakan pun keras.

Di Indonesia? Lain sama sekali. Narasi untuk melenyapkan korupsi tidak sejalan dengan langkah pemerintah. Lain ucapan, lain perbuatan. Para politisi berapi-api tentang korupsi. Tapi, pada saat yang sama, mereka membukakan lebar-lebar pintu korupsi itu.

Kalau di banyak negara, instrumen-intrumen pencegahan dan pembasmian korupsi dari waktu ke waktu diperkuat terus. Tapi, tidak di Indonesia. Khususnya pada tahun 2019 ini.

Tindakan antikorupsi diperlemah. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang dipandang oleh publik sebagai satu-satunya lembaga terpercaya dalam memberangus korupsi, sekarang dimandulkan oleh Presiden Jokowi. Bekerja sama dengan DPR. Artinya, DPR dan Presiden sepakat mengebiri KPK. DPR menciptakan revisi UU KPK yang membuat lembaga ini menjadi ompong. Setelah itu, Presiden menurunkan tanda tangannya.

Inilah suasana perayaan IACD di Indonesia. Hari antikorupsinya dirayakan, tapi pemberantasan korupsinya dilemahkan.

Anda masih ingat, ketika rangkaian unjuk rasa menentang revisi UU KPK berlangsung akhir September, waktu itu Presiden Jokowi diyakini akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan revisi itu. Namun, yang terjadi hanyalah harapan kosong. Revisi UU KPK itu berlaku mulai 17 Oktober.

Jokowi sepakat dengan DPR. Khususnya dengan PDIP sebagai partai yang paling getol merevisi UU KPK. PDIP-lah yang menjadi “drive” revisi itu. Yang menjadi penggalang utamanya. Mereka berhaisl. KPK pun berantakan, tak berdaya.

Revisi itu mewajibkan pembentukan Dewan Pengawas (DP). DP ini memiliki kekuasaan yang sangat besar. Boleh dikatakan kekuasaan mutlak. Sebagai contoh, bila para komisioner KPK ingin melakukan penyadapan telefon untuk menangkap para koruptor yang akan bertransaksi, maka harus ada dulu izin dari DP. Prosedur baru ini menyebabkan operasi tangkap tangan (OTT) tak bisa lagi semulus selama ini. Izin bisa saja ditolak. Atau bahkan para oknum di DP bisa membocorkan penyadapan kepada orang yang akan disadap oleh KPK.

Hal lainnya termasuk penghapusan keistimewaan status pegawai KPK. Mereka dijadikan sebagai ANS biasa dengan penghasilan standar pegawai negeri. Tidak ada lagi insentif yang selama ini membuat kinerja para pegawai KPK sangat professional dan berani.

Ke depan, setelah masa tugas pimpinannya selesai bulan ini, pemberantasan korupsi oleh KPK hampir bisa dipastikan tidak akan menjamah kelompok orang tertentu. Apalagi ketua KPK yang baru, Irjen Firli Bahuri, terpilih atau dipilih di tengah sikap skeptis publik.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Sangat diragukan komitmen ketua KPK yang baru. Sebab, sangat kental kesan bahwa Irjen Firli dipaksakan menjadi ketua untuk “menijanakkan” KPK. Banyak yang menduga Pak Firli akan melenturkan tugas KPK dengan misi pihak-pihak yang menghendaki pengenduran pemberatasan korupsi. Tentu ini sangat memprihatinkan.

Ada gejala para pemegang kekuasaan di lini eksekutif dan legislatif bersepakat menumbuhkan kondisi yang menguntungkan para pelaku korupsi. Barangkali, itulah sebabnya Hari Anti-Korupsi tahun ini di dirayakan di Indonesia dalam suasana Prokorupsi.

[Oleh: Asyari Usman. Penulis adalah Wartawan Senior Indonesia]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru