Opiniindonesia.com – Saya menghormati hak setiap orang untuk mendirikan partai politik sebagai bagian dari upaya untuk melaksanakan kehidupan demokrasi di negara kita ini.
Termasuk pula saya menghormati KH Cholil Ridwan yang baru2 ini telah mendeklarasikan berdirinya kembali Masyumi.
Bahwa nama Masyumi itu digunakan kembali sebagai nama partai di era Reformasi, setelah Masyumi dibubarkan tahun 1960, bukanlah baru pertama kali terjadi.
Tahun 1999 sudah pernah nama “Masyumi” digunakan pada sebuah partai baru dan ikut Pemilu 1999. Begitu juga nama “Masyumi Baru” pernah pula digunakan dan juga ikut dalam Pemilu 1999. Hasilnya tidak begitu menggembirakan.
Sekarang kedua partai itu, baik Masyumi maupun Masyumi Baru, mungkin masih berdiri sebagai partai politik berbadan hukum yang sah dan terdaftar di Kemenkumham. Tetapi dalam beberapa kali Pemilu terakhir sudah tidak aktif lagi.
Partai yang baru dideklarasikan oleh KH Cholil Ridwan dan beberapa tokoh tanggal 7 November 2020 yang lalu, saya tidak tahu apa namanya “Masyumi” saja atau “Masyumi Reborn” saya kurang faham. Hal itu bisa ditanyakan langsung kepada KH Cholil Ridwan.
Saya sendiri ikut mendirikan PBB pada tahun 1998 dan terus ikut Pemilu sejak 1999 sampai Pemilu terakhir tahun 2019. PBB sendiri tidak menyebut dirinya Masyumi, Masyumi Baru atau Masyumi Reborn.
PBB adalah partai baru yang menimba inspirasi dari Partai Masyumi. Sebab saya yakin, zaman sudah berubah. Situasi politik sudah sangat berbeda dengan zaman tahun 1945-1960 ketika Masyumi ada.
Mendeklarasikan berdirinya partai memang mudah. Tetapi mengelola, membina dan membesarkan partai tidaklah mudah. Orientasi politik rakyat kita sudah banyak berubah.
Rakyat tidak lagi terbelah pada perbedaan ideologi yang tajam seperti tahun 1945-1960. Masyarakat kini bahkan lebih praktikal (untuk tdk mengatakan pragmatik) dalam menjatuhkan pilihan politik. Sebagian malah transaksional: anda sanggup kasi apa dan berapa dan kami akan tentukan sikap kami seperti apa.