Mulai dari Mana? Kita Coba Mulai dari Rieke Dyah Pitaloka Saja ya

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 13 Juli 2020 - 08:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka. (Foto : Instagram @riekediahp)

Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka. (Foto : Instagram @riekediahp)

Opiniindonesia.com – RUU HIP menghebohkan bukan dalam arti konstruktif tetapi menimbulkan reaksi masif. Protes terjadi dimana-mana yang intinya mendesak agar DPR atau Pemerintah menghentikan, membatalkan, atau mencabut RUU tersebut. RUU kontroversial yang dinilai dapat menjadi pintu bangkitnya neo PKI dan faham komunisme ini oleh sebagian masyarakat disinyalir sebagai “makar ideologis”.

Kritik dan desakan di samping pada tuntutan pembatalan RUU juga meminta pengusutan siapa inisiator atau konseptor dari RUU “makar ideologis” tersebut. MUI dalam Maklumat yang dikeluarkannya juga menekankan pada desakan ini. Ketika sudah diakui bahwa usulan ini berasal dari fraksi PDIP maka yang perlu kejelasan dan tindak lanjut adalah apakah usulan itu bersifat perorangan atau fraksional. Lalu dimana Rieke berada selain sebagai Ketua Panja dan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ?

Fraksi PDIP mengantisipasi “skandal” RUU HIP ini dengan mencopot Rieke Dyah Pitaloka dari kedudukan sebagai Wakil Ketua Baleg dan digantikan oleh Komjen Muhammad Nurdin. Penggantian mana menjadi tanda “sanksi” ringan atas Rieke. Hanya masalahnya adalah apakah sanksi itu berkaitan dengan kesalahan dirinya sebagai bagian dari inisiator atau karena memang tak mampu menjalankan “misi” Fraksi atau Partai dalam menggoalkan RUU ?

Pengusutan mulailah dari Rieke. Pengusutan politik maupun hukum. Dari mulai Rieke dapat bergeser kesana sini dalam arti keterlibatan beberapa pihak. Rieke sudah dilaporkan ke kepolisian tinggal gerak penyelidikan yang ditunggu. Pasal 107 KUHP dapat menjadi acuan pelanggaran dengan ancaman hukuman 12 hingga 20 tahun. Tak ada hak imunitas anggota Dewan untuk perbuatan dugaan makar.

PDIP tak lepas dari sorotan masyarakat. Perlu langkah konkrit untuk meluruskan rel perjuangannya, yaitu :

Pertama, melakukan “pembersihan” kader yang disinyalir “leftist” kiri. Faksi ini bisa merusak citra ciri “nasionalis” PDIP. Masyarakat khawatir pada gaya politik PKI yang mahir dalam penyusupan. Pulihkan citra PDIP sebagai Partai “tengah”. Bukan Partai “kiri” dan “sarang kader komunis”. Bila tidak, bisa saja masyarakat memberi predikat sebagai “PKI Perjuangan”.

Kedua, evaluasi narasi dari Mukadimah dan Batang Tubuh AD/ART PDIP yang bernuansa Orde Lama. Tidak boleh ada interpretasi bahwa platform perjuangan PDIP itu adalah “tak suka” Pancasila 18 Agustus 1945. Terkesan bertahap sedang menanamkan ideologi Pancasila 1Juni, Trisila, dan Ekasila. Jika ini dipertahankan, maka wajar jika ada anggapan publik bahwa PDIP memang bervisi misi untuk menggoyahkan ideologi Pancasila.

Dalan kaitan skandal RUU HIP maka transparansi dan konsistesi pada pembelaan Pancasila mesti dibuktikan. Bukan sedang menyosialisasikan sila “gotong royong” yang seperti bagus sebagai “bahu membahu” tetapi pada interpretasi ekstrim menjadi “communalism” dan “materialism” yang hakekatnya adalah “communism”.

“Communism is philosophical, social, political, economic ideology and movement whose ultimate goal is the establishment of a communist society”.

Budaya konflik dan menghalalkan segala cara melekat dengan perjuangan komunisme. Agama dianggap musuh dan candu masyarakat.
Komunisme adalah kejahatan sekaligus penyakit berat yang berbahaya. Harus ditumpas sampai ke akar-akarnya.

Oleh : M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru