Soal Rusaknya Media, Prabowo Sukses Mendikte Reaksi Jokowi

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 10 Desember 2018 - 09:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROTES KERAS Prabowo Subianto (PS) terhadap media yang meremehkan Reuni 212 pada 2 Desember baru lalu, sekarang membuahkan hasil. Prabowo mendikte Pak Jokowi dalam bereaksi. Ini terbukti dari sikap memihak yang ditunjukkan Pak Joko. Dia memanggil sejumlah media ke Istana Bogor (9/12/2018) hanya untuk mengatakan bahwa bagi dia, “media adalah sahabat”.

Jokowi menjadi terbawa ke dalam irama gendang Prabowo. Dalam arti, ketika PS mencoba menunjukkan bahwa media sebagai tiang demokrasi telah dimakan rayap kekuasaan, Jokowi malah maju ke dapan membela dengan headline yang sangat kontradiktif yaitu “media adalah sahabat”. Padahal, seluruh rakyat sejak lama telah mencatat perilaku sejumlah media besar yang bertentangan dengan kaidah jurnalistik.

https://opiniindonesia.com/2018/12/08/reuni-212-kasus-tabloid-monitor-dan-media-nasional/

Sebagai contoh, media-media itu menunjukkan keberpihakan kepada penguasa secara membabibuta. Semua kekeliruan penguasa diterompetkan sebagai kebaikan oleh media-media yang terkooptasi itu. Contoh lain, media-media itu secara serentak menunjukkan sikap ‘hostile’ (bermusuhan) terhadap Islam dan umat Islam. Sikap ini tentu sangat bertolak belakang dengan fungsi media massa.

Nah, Jokowi mengatakan dia menganggap media yang rusak berat itu sebagai sahabat. Tidak ada tafsiran lain untuk ungkapan “bagi saya media adalah sahabat” kecuali penegasan bahwa Pak Jokowi berada di pihak media yang sedang rusak berat itu. Bahwa dia (Jokowi) setuju dengan sikap media yang telah melukai perasaan rakyat, perasaan umat Islam.

Jokowi terpancing untuk mengambil untung dari teguran keras PS terhadap media-media mainstream yang telah kehilangan akal sehat. Media-media yang diperingatkan Prabowo itu kemudian merasa tak senang. Di sini, Pak Jokowi terlihat ambil kesempatan. Tetapi, sesungguhnya reaksi seperti ini memperlihatkan ketidakmatangan (immaturity) Jokowi.

Pak Jokowi mungkin menyangka dengan mengatakan “media sahabat saya”, dia meraup laba besar dari koran-koran dan televisi yang melakukan “crimes against journalism” (kejahatan terhadap jurnalistik) karena menyembunyikan Reuni 212. Padahal, cara bereaksi seperti itu menunjukkan kelemahan Jokowi sebagai pemimpin negara.

Mengatakan “bagi saya, media adalah sahabat” pada saat semua orang paham bahwa media-media itu curang sampai berubah menjadi corong penguasa, menunjukkan bahwa Jokowi merestui sikap media yang melakukan ‘kejahatan’ jurnalistik. Dalam hal ini, media-media yang membuat Prabowo merasa jengkel itu bagaikan mendapat amunisi dari Jokowi. Dengan kata lain, Jokowi setuju dengan sikap partisan media-media itu.

Sekali lagi, di sinilah Jokowi terpancing. Dia ingin menunjukkan bahwa media yang bermasalah itu baik-baik saja kepada dia. Bersahabat dengan dia. Padahal, yang terjadi adalah bahwa media-media itu bertindak partisan. Publik melihat ini. Mencermati dan mencatat perilaku ini.

Seharusnya Pak Jokowi ikut prihatin sebagaimana sebagian besar rakyat merasa prihatin. Sekarang, Jokowi semakin kental dinilai oleh masyarakat sebagai pemimpin yang tidak arif dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara. Tidak arif karena, secara tersirat, Pak Jokowi mendukung tindakan media yang melecehkan peristiwa besar umat Islam di Monas yang melibatkan berjuta-juta manusia.

Pak Presiden seharusnya mengambil tindakan untuk memulihkan independensi media. Bukan malah mendorong mereka ke jurang. Dia semestinya mengkritik media-media besar yang telah kehilangan akal sehat itu. Bukan memberikan “green light” untuk terus partisan dengan mengatakan “media sahabat saya”. Hanya karena ingin terlihat beda dengan Prabowo.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Saya memperkirakan orang-orang yang semula mendukung Jokowi, bisa berbalik meninggalkan dia. Tidak semua pendukung Jokowi rela melihat media mainstream menjadi hancur berantakan. Banyak yang masih berpikir jernih dan melihat posisi Jokowi itu sangat aneh. Mereka inilah yang besar kemungkinan akan hengkang dari barisan Jokowi.

Teguran Prabowo terhadap media partisan membuat Jokowi terpancing. Beliau keluar dari Istana dan mendeklarasikan dengan bangga bahwa media-media yang ngawur itu adalah “sahabat saya”.

Inilah pertanda jelas bahwa Prabowo mulai mendikte cara Jokowi bereaksi di musim kampanye ini.

[Oleh : Asyari Usman, Panulis adalah wartawan senior]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru