Komisi Pemberantsan Korupsi Semakin Tidak Berdaya

- Pewarta

Selasa, 21 Januari 2020 - 14:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KPK adalah asa (harapan) rakyat karenanya jangan berubah menjadi asa pesakitan atau sebagai asa yang hilang.

KPK adalah asa (harapan) rakyat karenanya jangan berubah menjadi asa pesakitan atau sebagai asa yang hilang.

SUDAH banyak yang lama menduga setelah terjadi revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka pemandulan akan berjalan. Lewat adanya Dewan Pengawas yang keanggotaannya ditetapkan oleh Presiden maka resmi KPK terkooptasi.

Perjalanan terseok-seok model penahanan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan membuktikan kemandulan tersebut. Majalah Tempo menyindir dengan bahasa “cicak menjadi buaya”.

Semestinya jika cicak sudah menjadi buaya tentu semakin hebat. Galak dan buas. Tetapi di sini maksudnya ya sama saja. KPK tidak menjadi penegak hukum yang istimewa. Dulu meski hanya seekor cicak akan tetapi tetap kuat merayap sendiri. Memangsa “nyamuk-nyamuk”.

Kini meski jadi buaya namun sudah menjadi buaya kebun binatang yang ditonton anak anak. Dikendalikan oleh pawang buaya. Buaya yang tak berdaya. Buaya yunior buaya. Ketua KPK bukan komunitas cicak.

Pemberantasan korupsi menjadi tidak prioritas. Terkesan bisa dinegosiasi. Kasus suap PDIP menjadi tontonan sandiwara air mata buaya bahwa PDIP “korban pemerasan oknum-oknum berkuasa”. Sentilan medsos cukup tajam, bagaimana diperas wong Presidennya dari PDIP, Ketua DPR PDIP, begitu juga dengan Menhukham, Menseskab dan Jaksa Agung. Jadi jika PDIP bukan partai penguasa, lalu siapa yang menguasai Pemerintahan? PSI atau PKI ? Jelas bukan.

Ada lagi cermin ketidakberdayaan bagaimana bisa terjadi Ketua dan Pimpinan KPK mau dipanggil ke Kantor Luhut Binsar Lanjaitan. Meski untuk membahas persoalan investasi, akan tetapi KPK “menghadap” Luhut bukan saja lucu, namun memalukan dan memilukan. Semestinya meskipun Ketua KPK adalah Jenderal Polisi aktif, tapi harus bisa menempatkan diri sebagai lembaga anti ruswah yang mandiri dan terpercaya. Bukan sebagai kepanjangan kepentingan kekuasaan.

Ada berita miring soal Ketua KPK Firli Bahuri yang terungkap di persidangan kasus suap terdakwa Bupati non aktif Muara Enim Ahmad Yani bahwa Firli Bahuri menerima suap 35 ribu Dollar AS untuk 16 paket proyek jalan. Penyuap adalah Evelyn MZ Muchtar saat Firli Bahuri menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan.

Jika KPK memang sudah tak berdaya, maka sudah bisa diprediksi akan ada tuntutan pembubaran yang terus merembet ke akar masalah seperti batalnya Perppu atau kooptasi KPK oleh Presiden atau Pemerintah.

KPK adalah asa (harapan) rakyat karenanya jangan berubah menjadi asa pesakitan atau sebagai asa yang hilang.

Jika kata Tempo cicak sudah menjadi buaya, sebaiknya KPK berkaca diri, jangan-jangan bukan jadi buaya, tetapi jadi cacing keremi yang bikin gatal, nyeri dan ruam pada dubur. Ia adalah infeksi parasit yang menular karena sentuhan. Nama latinnya Enterobius Vermicularis. Nama yang bagus tapi berbahaya. Semoga Komisi Pemberantasan Korupsi bukan nama bagus yang bikin gatal, nyeri dan ruam bangsa dan rakyat Indonesia.

Oleh : M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru

Foto : PROPAMI Care salurkan bantuan untuk panti asuhan di Bekasi. Komitmen wujudkan masyarakat sehat, peduli, dan tangguh. (18/5/25) (Doc.Ist)

Megapolitan

Dukungan Emosional dan Logistik PROPAMI Care Ringankan Beban Panti

Senin, 19 Mei 2025 - 16:15 WIB