KAMI, Menerka Ulang Gerakan Politik di Balik Narasi Moral

Avatar photo

- Pewarta

Jumat, 28 Agustus 2020 - 16:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para Tokoh Indonesia saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). (Foto : hidayatullah.com)

Para Tokoh Indonesia saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). (Foto : hidayatullah.com)

Opiniindonedia.com – Sejak Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) melakukan deklarasi atas keberadaannya sebagai gerakan moral non parlemen, telah terdapat berbagai kontroversi dan kecurigaan mengenai hadirnya koalisi tersebut.

KAMI, yang terus mendeklarasikan diri menjadi gerakan moral, menyampaikan tuntutan yang lebih bernuansa politis daripada moral.

Substansi yang diangkat sangat bertolak belakang jika dibandingkan dengan gerakan masyarakat sipil yang ada di Indonesia dan konsisten dalam jalur non-politik.

Gerakan ini telah menunjukkan upaya-upaya yang bertentangan dengan cara-cara yang moralistik dalam menaikkan simpati masyarakat terhadap gerakannya.

Bentuk nyata adalah bagaimana Duta Besar Palestina telah dijebak untuk datang ke acara tersebut, yang mana dalam klasifikasinya, duta besar tersebut tidak mengetahui bahwa gerakan ini merupakan gerakan oposisi non-parlementer.

Tindakan menjebak seperti ini memiliki implikasi yang sangat beresiko untuk duta besar tersebut karena dalam komunitas internasional, partisipasi dalam kegiatan politik internal negara adalah sesuatu yang dilarang.

Kita memahami bagaimana perjuangan rakyat Palestina telah dikomodifikasi dan dipolitisasi oleh gerakan politik di Indonesia untuk
menarik simpati politik demi kepentingan golongan tertentu.

Sehingga, menunjukkan ke publik bahwa duta besar Palestina hadir dengan harapan agar seolah-olah duta besar tersebut mendukung, adalah penghinaan terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Lebih lanjut, undangan terhadap Meutia Hatta, putri dari deklarator kemerdekaan Indonesia Mohammad Hatta, juga mengandung kerancuan yang mengakibatkan beliau tidak mengetahui tentang apa sebenarnya gerakan ini dan berimplikasi adanya tuduhan bahwa beliau juga berpartisipasi dalam gerakan ini.

Dalam partisipasi gerakan, konsensualitas atau kesepakatan
bergabung tanpa paksaan ataupun tipu muslihat merupakan hal yang paling penting, sehingga KAMI telah secara jelas menyalahi prinsip tersebut.

Kerancuan semakin dipertegas dengan munculnya deklarasi KAMI di Surakarta yang menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru mengenai wujud dari “kumpulan” ini.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Dalam sebuah statement, KAMI menegaskan bahwa mereka tidak berniat membuat partai politik, bahkan tidak berniat membuat ormas.

Namun, ekspansi gerakan yang dilakukan KAMI menunjukkan adanya pola desentralisasi gerakan yang mengkontradiksi tujuan awal yaitu mengkritik pemerintahan pusat.

Hal ini pun berpotensi menghasilkan gerakan yang berskala nasional, yang mana akan menjadi sangat berbahaya mengingat tuntutan yang dibawa KAMI memiliki tendensi serius untuk menurunkan Presiden Jokowi.

Mempertanyakan KAMI bukanlah mempertanyakan keabsahan dari gerakan masyarakat sipil, karena dasar dari demokrasi adalah pemberian mandat dan partisipasi dari rakyat.

Namun, gerakan politik yang berkedok gerakan moral masyarakat sipil ini dapat berpotensi menggoyahkan stabilitas politik dan memberi narasi buruk bagi keterlibatan sipil (civic engagement) yang malah didominasi oleh aktor politik, bukan masyarakat sipil yang mewakili
berbagai sektor.

Oleh : Dr. M. Kapitra Ampera, S.H., M.H, Politisi PDIP.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru