Selain Harga Karet dan Sawit, Meme Denny JA Bikin Elektabilitas Jokowi Anjlok

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 17 Desember 2018 - 13:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

AKHIRNYA KETAHUAN juga apa penyebab Denny JA tiap hari membuat dan menyebar meme seperti orang kalap. Jokowi mengakui elektabilitasnya di Sumatera turun. Posisinya jauh di bawah Prabowo. Kata Jokowi turunnya harga karet dan sawit bikin elektabilitasnya anjlok.

Sebagai hamba sahaya, Denny harus kerja keras. Pasang muka badak. Dibully habis dimana-mana, dia tidak peduli. Yang penting bohir senang, dia sudah bekerja. Soal hasil gak ada kaitannya.

https://opiniindonesia.com/2018/11/14/denny-ja-seorang-folklorist/

Data yang baru dibuka Sumsel, Riau, dan Jambi, Jokowi sudah kalah jauh. Tapi dari bocoran yang beredar, Jokowi sudah kalah di seluruh Sumatera, Banten, DKI Jakarta, Jabar, dan Yogyakarta.

Yang masih bertahan tinggal Jateng. Jatim sudah mulai bersaing, dan lihat naga-naganya, bakal kalah juga. Gegara serangan La Nyalla, bikin orang Jatim makin tau siapa Jokowi. 11-12 dengan Nyalla. Kurang lebih begitu.

Apalagi Madura. Habis bis. Salah gaul, salah milih teman dan sekutu. Senjata makan tuan. Di Madura orang-orang sudah ngasah clurit menyambut pengorbannya Nyalla untuk tuannya. Nyalla ndak lagi menyala!

Di Indonesia Timur, yang penduduknya mayoritas non muslim, Jokowi masih bertahan. Tapi tinggal nunggu waktu, berbalik. Di luar itu elektabilitasnya berkejaran, dan ada juga yang kalah.

Di internal timses mulai terjadi konflik. Saling menyalahkan. Erick Thohir dianggap paling bertanggung jawab. Banyak politisi di timses yang memandang remeh kemampuan politiknya. Sebaliknya Erick menyalahkan Ma’ruf. Kyai sepuh, atau orang Banten biasa menyebutnya aki-aki itu, sakit selama lebih dari satu bulan. Tim dan Ma’ruf mengaku kakinya terkilir.

Kalau melihat ucapannya, bukan hanya kakinya Pak Kyai yang terkilir. Tapi juga hatinya. Lha selama Kyai Ma’ruf sakit, Jokowi tak pernah lagi mengontaknya. Apalagi menengoknya. Kyai Ma’ruf sudah dianggap tidak ada. Seperti timun bungkuk. Datang tidak menambah, pergi tidak mengurangi.

Perlakuan Jokowi ini membuat kalangan NU mulai jengkel kepada Jokowi. Dulu datang ngemis-ngemis minta tolong, setelah dibantu, kok malah ditinggalkan. Jelek-jelek Kyai Ma’ruf itu Rais Aam NU lho. Posisinya sangat tinggi dan dihormati. Ya jangan disepelekan. Saking kesalnya mereka menyebut Jokowi dengan panggilan Joko Doxxx.

Ma’ruf dulu diharapkan bisa menjaga suara dikalangan pemilih Islam, utamanya NU. Syukur kalau bisa nambah. Kyai Ma’ruf juga diharapkan bisa menghilangkan stigma Jokowi yang anti Islam. Anehnya malah Kyai Ma’ruf ikut dimusuhi. Jurus Jokowi gak mempan.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Seharusnya Kyai Ma’ruf belajar dari Jusuf Kalla. Dia dipakai untuk menjaring suara umat Islam dan kawasan Indonesia Timur. Setelah terpilih, JK tak diberi peran. Konon pula Kyai Ma’ruf. Pengalaman dan kapasitasnya di pemerintahan, kalah jauh kemana-mana dibanding JK.

Balik lagi soal survei, jurus apalagi yang harus dimainkan? Publik sudah kadung tidak percaya dengan publikasi survei. Seribu kali survei yang dilakukan Denny tidak akan mengubah pilihan. Apalagi meme. Mau sebar meme jutaan kali tiap hari, gak ada guna. Cuma untuk lucu-lucuan. Lembaga survei lain sudah mulai tau diri. Mereka tak berani lagi membuat survei abal. Dibayar besar sekalipun. Ini menyangkut masa depan mereka.

Kalau rezim berganti, rakyat juga tidak lagi peduli, bakal kiamatlah lembaga survei. Tinggal Denny yang bebal. Tiap hari buat meme dungu, bakal ditinggal. Dia pikir dengan membanjiri meme di medsos, dia bisa mencuci otak rakyat.

Penyebaran meme dungu Denny JA menjadi penyebab elektabilitas Jokowi turun drastis di kalangan pemilih terdidik di perkotaan. Memenya jadi olok-olokan, lucu-lucuan. Jokowi yang jadi korban.

Pilpres kali ini bakal jadi pesta terakhir Denny. Setelah ini dia akan dikenal sebagai orang pandir bertitel PhD. Melihat perilakunya, Denny lebih pantas jadi lulusan Akademi Permemean. Hidup Akademi Meme Indonesia!

[Oleh : Nasrudin Joha. Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru