Opiniindonesia.com – Taman Ismail Marzuki (TIM) adalah Taman Budaya, Taman Peradaban, Taman Kesusasteraan, Taman Kumpul Para Aktifis. Di sana ada Akademi Seni, ada planetarium, ruang2 Orasi, Ruang HB Yassin, Masjid Amir Hamzah. Sering di pakai oleh Kiai Kanjeng Emha Ainun Najib, Bang Hariman Siregar, Tokoh Malari yang melegenda sering sampaikan orasi2nya peringati Malari.
Kalau malam hari tempat kumpul, ramai aktifis, seniman, budayawan dan tokoh pergerakan. Para penjaja kuliner pun ramai mengais rezeki malam. Suasana itu jadi simbol keramain Ibu Kota malam hari.
Para Sastrawan juga sering kumpul, sering mondar mandir seperti Sutarzi Koltsum Bahri, dll. Sering juga tempat kumpul para aktifis gelar aksi dan orasi di pelataran depan pada hari2 tertentu saat masih di Era pemerintahan SBY.
Dahulu, Sastrawan, novelis, sutradara dan pelukis Motinggo Busye pernah sebut TIM sebagai Universitas Lidah Buaya. Motinggo adalah Guru, Orang Tua, teman diskusi yang hangat. Selain Motinggo yang lebih saya suka langgil Abu, ada Abdul Hadi WM yang sekarang sudah hijrah ke Malaysia sebagai guru besar di negeri jiran itu.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Baca juga : Tulisan-Tulisan Muslim Arbi yang Menarik Lainnya, di Sini
Taman Ismail Marzuki, juga tempat berkumpul para Aktifis senior sekelas, Babe Ridwan Saidi, Sri Bintang Pamungkas, Dr Zulkifli Ekomei, Bang Benny Fatah, Bang Hatta Taliwang salah satu pentolan Gerakan 77/78. Saking sering menjumpai Aktifis Pandapotan Lubis di TIM, saya menyebut nya Lurah TIM. Juga ada Muklis Abdullah, teman akrab Lubis, Mona, Ita, Rinjani, Susi, dsb.
Sabtu siang (4/6), Bang Hatta Taliwang curhat via telepon ke saya soal TIM yang dahulu tempat kumpul rekan2 aktifis, untuk ruang2 diskusi dan demokrasi, kini semua itu sirna setelah di musnahkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dan ruang2 diskusi murah itu kini lenyap. Saya anggap ada upaya distematis, untuk menutup ruang publik untuk ajang curhat dan semaikan ide2 dan gagasan demokrasi untuk perubahan bagi negeri ini.
Dahulu ada Kafe Penus, milik Bang Ucup yang pernah menjadi tempat di rayakan Hari Ulang Tahun ke 75 Babe Ridwan Saidi yang juga di hadiri oleh Gubernur Anies Baswedan, Politisi DKI Haji Lulung, Bang Amir Hamzah dan HS Dilon juga pimpinan Ormas2 Betawi Rempug (FBR) dsb. Kini kafe Bang Ucup pun tergusur dan pindah ke Jln Percerakan Negara. Selain kafe Penus ada Kafe Century juga tempat kumpul teman2 àktifis.
Sekarang TIM di renovasi oleh Gubernur DKI, Anies tapi apakah masih tersisa ruang budaya, peradaban, demokrasi dan nilai2 kemanusiaan.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Mestinya TIM dikembalikan seperti sedia kala, tempat gelar nilai budaya, demokrasi, seni. Taman Ismail Marzuki semesti nya di hidupkan kembali untuk itu. Jika tidak ada ruang murah untuk tempat kumpul aktifis. Pemprov DKI menjadi pembunuh ruang sejarah kebesaran TIM yang di gagas oleh Seniman dan Budayawan Legendaris, Ismail Marzuki. Taman Ismail Marzuki, adalah diantara Ruh Ibukota dan Ruh Negeri ini.
Air mata Hatta Taliwang akan terus mengalir deras, jika TIM tidak di kembalikan seperti semula, tempat kumpul aktifis. Dan air mata itu air mata kami semua. Ayo Gubernur Anies, Anda pasti bisa kembalikan Taman Ismail Marzuki seperti sedia kala. Jangan sampe TIM yang abis di renovasi dgn anggaran ratusan miliar itu, cuma tempat kumpul anak2 UGM doang cetus Babe Ridwan Saidi, Tokoh Aktifis Senior, Budayawan dan Sejarawan
Oleh: Muslim Arbi, Aktifis Demokrasi