IMPOR TEKSTIL DARI CINA BIKIN INDUSTRI TEKSTIL KITA MORAT MARIT?

- Pewarta

Jumat, 26 Juli 2019 - 09:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

This photo taken on May 19, 2015 shows workers producing clothes in a factory in Huaibei, east China's Anhui province. China's manufacturing activity contracted at a slower pace in May, an HSBC survey showed on May 21, but companies cut back production and jobs despite government attempts to reinvigorate the world's second-largest economy. AFP PHOTO   CHINA OUT        (Photo credit should read STR/AFP/Getty Images)

This photo taken on May 19, 2015 shows workers producing clothes in a factory in Huaibei, east China's Anhui province. China's manufacturing activity contracted at a slower pace in May, an HSBC survey showed on May 21, but companies cut back production and jobs despite government attempts to reinvigorate the world's second-largest economy. AFP PHOTO CHINA OUT (Photo credit should read STR/AFP/Getty Images)

SEJAK Mei 2019, Banjir impor tekstil dari Cina semakin besar, hal ini di karenakan perang dagang AS dan ina yang menyebabkan CIna mencari pasar baru untuk produk tekstilnya. Pasar yang besar, dan ramah terhadap produk-produk Cina serta kurang efisien itu namanya Indonesia. Sejak AS mengenakan pajak 25 persen ke Cina, menyebabkan produk Cina kalah bersaing di AS. Indonesia yang seharusnya bisa memanfaatkan situasi ini, Malah justru dimanfaatkan Cina untuk melempar produk produknya yang Kalah bersaing di AS. Sehingga tidak aneh jika pada kenyataan-nya ekspor kita hanya tumbuh 5,5 persen, sedangkan impor kita tumbuh 14,8 persen. Sehingga surplus perdagangan tekstil dalam 10 tahun terakhir ini, tergerus terus. Akibatnya neraca perdagangan tekstil kita jika dihitung dari 2009, mengalami penurunan sebesar -23,3 persen yakni dari 6,1 Milyar US dollar menjadi 4,7 Milyar US dollar.

Jika kita melihat pertumbuhan impor tekstil kita, dalam 10 tahun terakhir mengalami kenaikan hingga 107 persen, tidak sebanding dengan pertumbuman ekspor kita yang hanya tumbuh 29,6 persen saja. Parahal Industri tekstil kita menyumbang tenaga kerja sebesar 1,5 Juta, ditambah garmen yang mencapai 500.000, menurut catatan pemerintah. Sehingga bisa membahayakan kondisi ekonomi Indonesia, jika tidak mampu melindungi industri strategis yang banyak menyerap tenaga kerja ini. Oleh karena itu harus ada solusi kebijakan yang bisa melindungi industri tekstil dalam negeri. Kalau tidak maka industri tesktil, yang saat ini dikatakan sedang sunset, bisa benar benar terbenam.

Pertanyaanya masih adakah peluang bagi Industri tekstil Indonesia ?

Kalau kita melihat dari pendapatan 15 Emitens tekstil yang sudah go public, yang ada di BEJ, terlihat adanya kenaikan pendapatan, pada industri tekstil yang berorientasi ekport. Paling tidak ada tiga emiten yang menikmati kenaikan laba bersih dari perang dagang AS dengan Cina, yaitu Indo Rama, Sritex dan Pan Brother, yang tertinggi kenaikan laba bersih adalah indorama, dari 1,5 juta US Dollar pada tahun 2017 menjadi 63 Juta US Dollar, kenaikan hampir 4200 %, kedua adalah Pan Brother yang mengalami kenaikkan hampir 100 %, dari 9,2 Juta US dollar menjadi 18 Juta US dollar. Sedangkan sritex hanya naik hampir 20 persen saja, tapi dari 2017 Sritex sudah memiiliki laba bersih yang tinggi yaitu 66 juta US dollar, di 2018 menjadi 73 Juta US Dollar.

Berbanding terbalik dengan Emiten tekstil yang berorientasi ke pasar lokal, justru mengalami peningkatan kerugian akibat impor tekstil dari Cina, padahal potensi pasar lokal masih tinggi dan bagus. Seperti Panasia Indo Resources yang mengalami rugi bersih menjadi Rp 220 milyar dan Nusantara Inti Corpora, yang mengalami penurunan lama bersih dari Rp 60 juta rupiah ke 40 juta rupiah saja. Hal ini menunjukka gempuran tekstil Cina ke dalam negeri cukup kuat. Untuk itu harus ada solusinya agar ekport terus meningkat dan impor menjadi terbatas.

Saatnay Indonesia kelauar dari MEA yang sngat merugikan, karena dengan MEA indonesia tidak bisa melindungi Industri dalam negerinya yang belum efisien. Untuk itu perlu ada keberanian pemerintah Indonesia mengenakan cukai impor, seperti yang dlakukan oleh Philipina terhadap impor keramik dari indonésia. Jika philipina berani melindungi industri dalam negerinya, mengapa kita tidak?

[Oleh: Helmi Adam. Penulis Direktur Syafaat Foudation Indonesia]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru

Foto : PROPAMI Care salurkan bantuan untuk panti asuhan di Bekasi. Komitmen wujudkan masyarakat sehat, peduli, dan tangguh. (18/5/25) (Doc.Ist)

Megapolitan

Dukungan Emosional dan Logistik PROPAMI Care Ringankan Beban Panti

Senin, 19 Mei 2025 - 16:15 WIB