PINJAM MEMINJAM dalam bisnis biasa sekali, untuk berkembang perlu optimalkan leverage. Tapi jika negara meminjam dari lembaga multilateral (IMF, Bank Dunia) banyak prasyarat (conditionlaties) yang merupakan jebakan-jebakan neoliberalisme.
Belakangan ada juga pinjaman antar negara yang dirancang sebagai “loan-to-owned”, sengaja di-mark up agar macet sehingga bisa dimiliki/dikuasai dalam jangka panjang.

Yang paling baik, tentu meningkatkan pembiayaan dalam negeri, termasuk dengan menaikkan tax ratio. Hal itu dilakukan Jepang dan China, yang kebangkitan ekonominya dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri. Mulai dari kebijakan terobosan, finance will follow.
Dalam hal ini, team ekonomi gagal, karena tax ratio mandeg di 10,5% GDP. Pendapatan seolah-olah tercapai, karena asumsi yg dibuat sengaja rendah seperti harga minyak mentah dan lain-lain.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Model peembangunan berlandaskan utang, neoliberalisme ala Bank Dunia, tidak akan pernah membuat Indonesia tumbuh tinggi seperti Jepang dan China (>10%) Karena jika tumbuh diatas 6,5%, pasti kepanasan, utang harus dikurangi.
Utang menjadi rem otomatis (automatic brake) untuk merem pertumbuhan Ekonomi jangan terlalu tinggi.
Jika Indonesia ingin tumbuh double-digit, jadi negara kuat dan hebat, segera tinggalkan model pembangunan ekonomi neoliberal ala Bank Dunia.
Tidak ada negara di dunia yg berhasil di dunia yg mengikuti model Bank Dunia, tidak di Latin Amerika, tidak di Asia & apalagi Afrika. (*)
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
[Oleh : DR Rizal Ramli. Penulis adalah ekonom dan mantan Menteri RI]
(*) Untuk membaca tulisan DR Rizal Ramli yang lainnya, silahkan KLIK DI SINI.