Opiniindonesia.com – Sejak zaman jebot di kalangan awak media ada adagium “Anjing menggigit orang, bukan berita. Sebaliknya orang menggigit anjing, itu baru namanya berita.”
Dengan patokan adagium itu maka pengakuan mantan AKP Sulman Azis Kapolsek Pasirwangi bahwa dia dipaksa Kapolres Garut menggalang dukungan untuk Paslon 01, seharusnya adalah berita.
Dia diancam akan dimutasi kalau sampai Paslon 01 kalah di wilayahnya, adalah berita. Sebab itu bukan tugas pokok dan fungsi anggota Polri.
Jarang-jarang, sangat langka ada polisi yang mau mengaku secara terbuka seperti Sulman. Seribu satu. Sejuta satu. Dia masuk banget kriteria “orang menggigit anjing.” Kejadian yang unik, langka.
Baca Juga:
Dukungan Emosional dan Logistik PROPAMI Care Ringankan Beban Panti
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
Paling-paling yang terjadi mereka membocorkan info rahasia semacam itu. Contohnya adalah bocornya screenshoot perintah Kapolres Bima AKBP Erwin Ardiansah agar seluruh Kapolsek memenangkan Paslon 01.
Bagi media di Indonesia, adagium itu kelihatannya sudah dianggap sudah kuno. Makanya ketika Lembaga Bantuan Hukum dan HAM Lokataru menggelar jumpa pers Sulman, yang memberitakan hanya sedikit.
Sebaliknya ketika Polda Jabar menggelar jumpa pers Sulman, dia mengaku khilaf. Tidak pernah dipaksa oleh Kapolres, media ramai-ramai memberitakannya. Padahal ini masuk kriteria “Anjing menggigit orang.” Sangat biasa. Gak ada istimewanya. Polisi memang begitu.
Polisi mengaku tidak pernah mengerahkan warga, melakukan penggalangan agar mendukung Paslon 01, mereka netral, sudah biasa. Sudah menjadi kewajiban mereka untuk membantah. menutup rapat kasus itu.
Baca Juga:
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Walaupun dibantah, publik juga sudah tahu kok apa yang terjadi. Sebelum Sulman mengaku, foto maupun video mengarahkan rakyat untuk mendukung Paslon 01 bertebaran di media sosial.
Dalam sebuah video terlihat seorang anggota Polri mengarahkan warga untuk meneriakkan yel-yel mendukung Jokowi. Ada juga sebuah foto seorang anggota Polri sedang memberi pengarahan ke pada ibu-ibu pegajian, dan setiap orang mendapat bingkisan bergambar Paslon 01. Masih banyak informasi lain yang beredar.
Pengakuan Sulman dan kemudian disusul dengan bantahannya semakin membenarkan pernyataan Presiden Jokowi bahwa media massa bisa dikendalikan pemerintah. Yang tidak bisa dikontrol adalah media sosial.
Jadi tidak perlu heran kalau pemerintah berniat men-shootdown media sosial selama minggu tenang. Maunya penguasa, Anda tidak bisa lagi mengirim berita, video, maupun melakukan percakapan via aplikasi seperi facebook, Instragram, Twitter, WhatsApp Dll.
Baca Juga:
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Dengan begitu pemerintah bebas melakukan apa saja tanpa ada perlawanan. Bebas melakukan kecurangan, tanpa ada yang mengawasi dan melaporkan.
Corongnya hanya satu, media massa yang sudah dikontrol pemerintah.
Dengan bisa menguasai dan mengontrol media, aparat kepolisian, aparat pemerintah, intelijen, BUMN, KPU, Bawaslu, praktis Jokowi sudah mengontrol semuanya. Yang sulit dikontrol Jokowi adalah rakyat. Mereka ingin perubahan.
Ada baiknya agar media mau memberitakan berbagai kecurangan itu, adagiumnya diganti “ Rakyat menggigit penguasa, itu baru berita. Rakyat menggigit media, itu baru berita.”
[ Oleh : Nasruddin Djoha, adalah Wartawan Senior Indonesia ]