DUA SELONGSONG peluru yang disita di gedung DPR, beberapa hari lalu, mendatangi pengacara yang biasa menggugat pencemaran nama baik. Kedua peluru itu tidak terima disebut sebagai “peluru nyasar” (Rusar). Di kalangan komunitas amunisi, julukan ini sangat memalukan.
Sebab, bagi mereka Rusar adalah ejekan yang paling menyakitkan. Rusar dianggap goblok. IQ-nya rendah. Dan terkesan sebagai amunisi yang tak lulus testing luncur.
Bahkan, peluru karet pun ikut menghina.
“Buat apa ente pakai mesiu. Terbuat dari timah panas lagi. Untuk buat ente itu mahal. Tau enggak?,” kata peluru karet mengejek kedua Rusar.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Banyak amunisi berkirim sms ke kedua selongsong yang kini ditahan. Intinya, mereka menyalahkan kedua peluru. Terutama jenis 9mm.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Peluru Indonesia (API), Inspektur Pelor Rajagugup, mengatakan kedua Rusar akan dipanggil oleh Majelis Kehormatan Peluru (MKP). Kedua Rusar akan diperiksa apakah mereka melakukan pelanggaran etik kepeluruan.
Kedua Rusar juga akan diselidiki oleh MKP apakah ada kemungkinan mereka menerima imbalan untuk melakukan pembelokan arah dari Lapangan Tembak hingga ke gedung DPR. Jika ditemukan ada penyogokan kepada kedua Rusar, hukumannya sangat berat.
Mereka bisa dipecat dari kedinasan. Tidak hanya itu, seluruh peluru 9mm akan ditatar ulang. Mereka akan dimasukkan kembali ke diklat peluru. Sekjen API menambahkan, nyasar yang dilakukan oleh peluru digolongkan sebagai pelanggaran yang sangat serius.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Sebab, pembelokan arah yang dilakukan oleh kedua Rusar itu bisa menjadi preseden tak baik bagi semua peluru yang sedang aktif dan juga yang berada di gudang. Ini yang dikhawatirkan oleh API. Mereka ingin mencegah agar nyasar tak terulang lagi.
Mengapa begitu serius? Karena kalau nyasar menjadi kebiasaan di kalangan peluru, ini sangat berbahaya ketika mereka ditugaskan untuk melumpuhkan bandar narkoba atau penjahat berbahaya lainnya.
“Kalau nyasar itu ditiru oleh peluru lain, repot kami,” ujar Rajagugup.
“Virus nyasar ini jangan sampai menular ke korps 9mm maupun ke kelompok peluru lain,” kata Sekjen lagi.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
“Bayangkan. Apa yang akan terjadi kalau peluru-peluru lain melakukan perbuatan nyasar ketika ditugaskan untuk membidik para penjahat,” ujar Inspektur Rajagugup dalam penjelasan kepada para wartawan di gudang amunisi.
Kembali ke upaya kedua Rusar untuk memulihkan nama baik mereka. Mereka menyesalkan pihak berwenang yang begitu cepat menyimpulkan bahwa mereka nyasar. Mereka meminta agar semua pihak dalam drama di DPR itu diperiksa. Termasuk manusia yang menghuni ruangan yang ternyasar.
“Harus ditanya penghuni ruangan apakah posisi mereka berpindah-pindah waktu itu yang membuat kami ini disebut ‘nyasar’,” kata salah satu Rusar, Birgadel Timmah Fanas.
“Kalau mereka on the move terus, tentu kami berdua ini tidak bisa disebut nyasar,” kata Timmah menambahkan.
Dia mengatakan, jangan sampai kami bedua disebut Rusar hanya karena ada agenda tertentu. Misalnya untuk menutupi sesuatu yang sedang mengancam pejabat tinggi di lingkungan amunisi.
“Kami tak ikhlas kalau ada pejabat tinggi amunisi yang korupsi, lalu kami direkayasa nyasar ke DPR sehingga kami berdua menjadi liputan utama media massa,” kata Birgadel Timmah Fanas.
Kedua Rusar menuntut semua penyidikan berjalan transparan dan adil. Mereka berharap nama baik mereka akan dipulihkan. Tidak lagi disebut “peluru nyasar”.
[Oleh : Asyari Usman. Penulis adalah wartawan senior]