Reuni 212, Kerumunan atau Kekuatan?

- Pewarta

Senin, 2 Desember 2019 - 10:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bagi pegiat demokrasi yang jujur, seharusnya keberadaan alumni 212  patut disyukuri. Bukan malah dimusuhi hanya karena adanya  perbedaan latar belakang dan keyakinan beragama.

Bagi pegiat demokrasi yang jujur, seharusnya keberadaan alumni 212 patut disyukuri. Bukan malah dimusuhi hanya karena adanya perbedaan latar belakang dan keyakinan beragama.

Opiniindonesia.com – Jumlah banyak jangan hanya jadi kerumunan, tapi mesti didorong jadi kekuatan. Begitu harapan Din Syamsuddin dan Eep Syaefullah Fatah kepada 212. Exactly! 100 persen benar’.

Massa jutaan di aksi 212 adalah kerumunan. Apakah tidak punya kekuatan? Punya! Pertama, 212 berhasil mendesak aparat untuk secara serius memproses kasus Ahok. Ahok berhasil dibawa ke meja hijau dan divonis dua tahun penjara.

Anda yakin Ahok diproses jika tak ada protes tujuh juta umat dalam Aksi 212? Begitu pertanyaan publik. Faktanya Ahok begitu percaya diri tetap maju sebagai cagub, meski sedang menghadapi kasus hukum. Otoritas kekuasaan juga dianggap kentara berada di belakang dan back up Ahok.

Harus clear. Bahwa massa marah bukan karena Ahok beda agama, beda etnis atau beda warna kulit. Sama sekali tidak. Ini yang membuat sebagian orang salah paham, lalu menuduh aksi 212 itu intoleran. Pemahaman ini secara obyektif harus dievaluasi.

Massa marah karena Ahok menista agama, hukum berbelit, dan otoritas kekuasaan dianggap mati-matian bela Ahok. Seandainya aparat cepat tanggap, dan kekuasaan tidak ikut campur urusan hukum dan politik Ahok, maka persoalan tak serumit dan segaduh seperti sekarang. Belum lagi maraknya isu kriminalisasi ulama pasca aksi 212.

Dugaan adanya campur tangan institusi kekuasaan terhadap Ahok dalam konteks hukum dan politik inilah mengakibatkan bangsa ini terbelah. Muncul dua kubu yaitu pendukung kekuasaan vs aktivis 212. Situasi ini belum berakhir, meski pilpres sudah selesai.

Kedua, 212 berhasil melakukan konsolidasi massa untuk mendukung Prabowo di pilpres 2019. Satu-satunya capres penantang Jokowi. Bukan karena faktor Prabowonya, tapi lebih karena tak ada calon lainnya. Satu-satunya cara untuk melawan Jokowi adalah dengan mendukung Prabowo.

Dukungan ini tak bisa dianggap remeh. Suara Prabowo naik signifikan. Meski akhirnya kalah, lalu Prabowo meninggalkan 212 dan memilih untuk bergabung dengan istana. Itu soal lain.

Ketiga, dari sisi ekonomi, 212 berhasil merintis lahirnya mini market yang dinamai 212 Mart. Kendati masih tertatih-tatih karena suplai barang sangat tergantung kepada unilever, distributor raksasa di Indonesia yang membatasi distribusinya ke mini market umat ini.

Saat ini 212 Mart masih kalah dari mini market- mini market lain dari sisi ketersediaan barang, managemen dan juga modal. Kedepan, 212 perlu melakukan revitalisasi terutama di aspek suplai barang.

Dengan jumlah massa jutaan yang tersebar di seluruh pelosok negeri, massa 212 belum sepenuhnya terkolaborasi secara terstruktur menjadi kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Inilah yang diingatkan oleh Din Syamsuddin dan Eep Syaefullah Fatah. Mesti menjadi PR serius bagi elit 212 untuk lebih cerdas dan cermat melakukan strukturisasi kekuatan massa tersebut.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Langkah yang harus dimulai adalah pertama, memperluas struktur organisasi, baik GNPF Ulama maupun PA 212 dengan melibatkan SDM yang merepresentasikan kekuatan berbagai ormas dan terutama yang berkapasitas untuk mengolah kerumunan massa menjadi kekuatan sosial, politik dan ekonomi.

Orang-orang ini tidak harus terdiri dari tokoh-tokoh panggung, tapi justru orang-orang yang bisa bekerja dengan silent, mengatur strategi di belakang mimbar dan piawai melakukan konsolidasi bawah tanah yang efektif.

Kedua, mampu menciptakan, mengolah dan menjadi dirigen terhadap isu-isu nasional dalam narasi yang bisa menggerakkan massa. Dibutuhkan think tank, selain cyber army yang terkordinir dengan rapi sebagaimana saat aksi 212.

Ketiga, mempersiapkan calon pemimpin bangsa untuk periode mendatang. Yang paling dekat adalah 2024. Reuni 212 sudah saatnya bisa diolah menjadi gerakan for pilpres 2024. Identifikasi calon, mulai kerja sistematis, lakukan langkah-langkah strategis dan konsisten.

Jika tiga hal ini dilakukan, massa 212 tidak hanya akan jadi kerumunan dan kenangan, tapi jadi kekuatan yang berpotensi melahirkan transformasi sosial, politik dan ekonomi. Hanya butuh keseriusan, keterlibatan sejumlah SDM dan satu lagi butuh waktu. Karena harus berproses.

Saat ini, ada sejumlah pihak yang berupaya untuk melanggengkan jabatan presiden dengan melakukan amandemen UUD 45. Mereka mulai mewacanakan presiden tiga periode. Bamsoet, ketua MPR, kabarnya adalah satu diantara sejumlah tokoh yang sedang giat-giatnya lobi untuk goalkan rencana presiden tiga periode tersebut.

Isu ini seksi jika jadi tema Reuni 212 besok. Akan mempertegas posisioning 212 terhadap kekuasaan. Sekaligus menjadi peluang bagi 212 untuk eksis kembali di ruang politik nasional pasca bercerai dengan Prabowo yang memilih gabung ke istana.

Oleh: Tony Rosyid. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru