HARGA MINYAK mentah turun mendekati 60 dolar per barel. Ini adalah buruk bagi pemerintahan Jokowi sekarang. Ada beberapa akibat harga minyak turun /

Pendapatan APBN dari minyak semakin merosot, padahal pendapatan negara selama ini masih mengandalkan minyak sebagai salah satu sumber penting. Penyebabnya produksi migas menurun dan sekaang harga minyak jatuh. Sebelum reformasi penerimaan migasencapai 75 persen penerimaan negara atau APBN. Sekarang penerimaan negara diambil dari menguras pajak dari rakyat.

https://opiniindonesia.com/2018/10/11/menteri-jokowi-itu-grusa-grusu-menaikkan-harga-bbm-mengapa/

Investasi sektor migas akan jatuh dikarenakan harga minyak berada pada posisi yang kurang menguntungkan bagi pengembalian investasi. Tidak ada investor yang tertarik menanamkan modalnya dalam sektor migas di Indonesia, Akibatnya arus investasi melemah. Padahal investasi sektor migas adalah salah satu andalan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

Produksi nasional akan semakin menurun, sementara selama ini produksi minyak telah menurun yang mengakibatkan Indonesia menjadi net importir. Padahal defisit permanen dalam neraca perdagangan adalah masalah terbesar yang dihadapi Indonesia.

Blok-blok migas yang expired yang diambil alih Pertamina akan sulit dioperasikan karena biaya yang tinggi sementara hasil rendah. Sebagaimana diketahui bahwa blok migas yang expired mencapai 80 % dari produksi nasional.

Hampir dipastikan semua perusahaan migas tersebut akan meninggalkan Indonesia. Peraturan yang tidak pasti dan berubah ubah, harga minyak mentah yang rendah, serta lingkungan politik yang buruk menjadi alasan bagi investor untuk kabur.

Skema bagi hasil kotor atau grossplit yang diterbitkan menteri ESDM Jonan yang berubah ubah hampir setiap bulan, akan menjadi kebijakan kosong dan bahkan menjadi bencana karena investor tidak tertarik dengan skema itu, dan bagian atau penerimaan negara pun akan menjadi kosong. Skema gross split merupakan skema bagi hasil menggantikan skema cost recovery yang sudah berlaku pasca Indonesia merdeka.

Penerimaan perusahaan negara PT. Pertamina dari hulu migas akan minus, karena biaya ekplorasi dan eksploitasi yang tinggi sementara hasilnya dan harganya rendah.

Pertamina akhirnya menjadi perusahaan tukang tumpuk utang dari global Bond yang sampai 2017 mencapai 8,7 miliar dolar dan tahun ini menerbitkan global Bond 10 miliar dolar. Utang Pertamina digunakan untuk mensubsidi BBM penugasan dan BBM satu harga.

[Oleh : Salamuddin Daeng, pengamat ekonomi politik]