Oleh Harryadin Mahardika
Elektabilitas Joko Widodo yang sudah turun melewati batas psikologis 50 persen memberikan perubahan besar di benak masyarakat. Kita semua tiba-tiba disadarkan oleh kenyataan bahwa lebih dari separo dari kita sudah tidak menginginkannya menjadi presiden untuk periode selanjutnya.
Dengan kata lain, kini separo lebih masyarakat punya imajinasi yang berbeda tentang Indonesia di masa depan. Mereka yang separo lebih itu sudah tidak lagi percaya dengan cerita Nawacita atau semboyan ‘kerja,kerja, kerja’. Imajinasi yang terbentuk di benak mereka sudah jauh melampaui apa yang ditawarkan oleh Joko Widodo saat ini.
Lalu apa sebenarnya yang mereka imajinasikan?
Imajinasi pertama adalah hadirnya presiden yang berpikir sebelum bertindak. Sehingga keputusannya mantab tidak berubah-ubah tanpa arah. Mereka tidak mau lagi punya presiden yang ‘isuk dele, sore tempe’.
Imajinasi kedua adalah hadirnya presiden yang berpihak kepada rakyat tidak dengan ucapan saja, tapi juga dengan tindakan. Sehingga tidak ada lagi kebijakan-kebijakan seperti: impor yang ugal-ugalan, defisit BPJS yang tidak dibayar, dan utang yang serampangan. Juga tidak ada lagi presiden yang membiarkan kasus dan konflik yang merugikan masyarakat yang dibiarkan berlarut-larut tanpa ada keberanian untuk memgambil sikap mencari penyelesaian.
Imajinasi ketiga adalah hadirnya presiden yang menjadikan agama sebagai tuntunan, bukan sebagai tontonan. Sehingga agama tidak ada lagi dijadikan komoditas bagi politik identitas. Ulama juga dihormati dan diberikan ruang untuk menjalankan perannya, termasuk untuk mengingatkan pemerintah jika tidak berpihak kepada rakyat.
Imajinasi keempat adalah hadirnya presiden yang berjiwa demokratis serta berani menerima rakyat yang ingin mengadu atau menagih janji. Sehingga tidak ada lagi kelompok masyarakat yang kecewa karena suara mereka tidak didengar pemerintah. Juga tidak ada rakyat yang dikriminalisasi atau dipersekusi karena pendapatnya tidak sejalan dengan pemerintah.
Imajinasi kelima adalah hadirnya presiden yang disegani di dunia internasional. Sehingga Indonesia kembali berperan dalam percaturan geopolitik, termasuk memperjuangkan kepentingan ekonomi untuk melindungi pasar dalam negeri.
Minimal inilah lima imajinasi yang dimiliki oleh rakyat pasca Jokowi. Masih ada ratusan imajinasi lainnya yang tidak tertangkap dalam tulisan ini, yang telah tersebar melalui bermacam saluran komunikasi rakyat.
Gerakan menuangkan imajinasi tersebut kini muncul lewat hashtag #IndonesiaPascaJokowi. Mereka yang jumlahnya separo lebih dan tidak ingin Indonesia di masa depan dipimpin oleh orang yang sama, sekarang berlomba-lomba membangun asa akan Indonesia yang jauh lebih baik dibanding hari ini. Dimana rakyatnya kembali punya harapan dan optimisme. Dimana nantinya yang menjadi presiden adalah orang yang lebih berkualitas, jujur, patriotik, dan ikhlas.
Imajinasi adalah doa.
Doa memberikan keyakinan.
Keyakinan melandasi tindakan.
Dr. Harryadin Mahardika adalah peneliti pada Unit Kerja Khusus Brainware Universitas Indonesia.