Kita Tak Sungkan Jadi ‘TUHAN’

Avatar photo

- Pewarta

Selasa, 1 September 2020 - 16:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis artikel, M. Nigara. (Foto : koranbekasi.id)

Penulis artikel, M. Nigara. (Foto : koranbekasi.id)

Opiniindonesia.com – Kita bukan Malaikat, itu pasti. Kita juga bukan jin, setan atau iblis. Ini juga pasti. Kita adalah manusia, yang menurut Al-Qur’an Surah Al-Isra ayat 70, kita, oleh Allah dilebihkan yang sempurna dari kebanyakan makhluk lain.

Tapi, belakangan banyak di antara kita tak puas dengan posisi itu. Sadar atau tidak. Mengaku atau tidak. Sengaja atau tidak, kita ramai-ramai telah mengubah jati diri masing-masing.

Kadang kita tak ragu memerankan diri sebagai malaikat. Tapi, di saat yang nyaris bersamaan, kita menjelma menjadi setan, jin, bahkan iblis. Tidak cukup sampai di situ, banyak di antara kita semakin gila, ingin melebihi semuanya.

Ssssttt… tidak tanggung-tanggung dan tidak canggung-canggung, banyak dari kita ingin, menjelmakan diri menjadi ‘Tuhan’ ! Nauzubillahi min zalik. Sungguh keterlaluan !!!

Fenomena itu sangat kasat mata. Begitu vulgarnya, hingga dengan mata telanjang kita mudah melihatnya dan tanpa membutuhkan apa pun, kita juga mudah merasakannya.

Lho, apa buktinya?
Banyak dan banyak banget. Coba ingat-ingat dan resapi baik-baik. Banyak di antara kita, jika memuji manusia yang kita suka, tidak kepalang tanggung. Kita tebarkan puja-puji itu sangat tinggi seperti ingin menembus arsy-nya Allah.

Begitu dahsyatnya, sehingga para malaikat yang bertugas memuja-muji Allah tanpa cela, seperti hendak dikalahkan.

Tapi, jika kita sedang tak suka pada seseorang atau kelompok orang, kita memakinya dengan dahsyat. Persis seperti bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima. Boom, boom.. boom ! Bahkan setan, jin, dan Iblis pun kalah ganasnya.

Lalu, tengoklah dalam media sosial atau dalam keseharian. Ketika mempertahankan celotehan kita, sedihnya kebanyakan mempertahankan kesia-siaan, karena materi celotehannya bukan sesuatu yang bermanfaat, selalu merasa dan mengaku paling benar. Sebaliknya, apa pun pendapat orang lain, sebaik apa pun pandangan orang lain, semua kita tuding pasti salah.

Padahal kita tahu bahwa yang pasti benar dan pasti pula tidak pernah salah, hanya Allah Azza wa Jalla.

Mumpung masih diberi waktu, yuuuk… perlahan-lahan (jika tidak bisa bersegera), kita tinggalkan kebiasan-kebiasaan buruk itu. Kita kembali ke jalan yang benar. Jalan yang tidak mudah tentunya, tapi berjalanlah ke arah sana, ke jalan yang benar adalah sangat penting.

Oleh : M. Nigara, Wartawan sepakbola senior

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru