Opiniindonesia.com – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers hari Kamis (18/6/2020) merilis kajian mengenai program Kartu Prakerja. Salah satu temuannya ialah ada indikasi konflik kepentingan lima platform digital yang masuk dalam program tersebut.
Selain itu, sejumlah pelatihan juga sebenarnya dapat diakses gratis di internet. Salah satunya, pengadaan Kartu Prakerja itu penunjukkannya sudah sejak 20 Maret 2020.
Sebenarnya ada yang paling menariknya, pengadaan penunjukkannya itu 20 Maret.
Padahal Perppu Nomor 1-nya itu 31 Maret. Kalau 20 Maret itu artinya pakai Perpres nomor 16 Tahun 2018 dan kalau di LKPP ada Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2018 mengenai pengadaan barang dan jasa, dan itu artinya mesti pakai bidding (lelang).
Artinya kerjasama dengan delapan Platform digital tidak melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Terdapat pula konflik kepentingan pd 5 dr 8 platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan.
KPK institusi hukum layak mendalami lebih lanjut mengenai hal tersebut,
dengan memeriksa Menko Prrekonomian Airlangga Hartarto dan Menkeu Sri Mulyani.
KPK harus segera tuntaskan masalah ini, biar jelas duduk persoalan Kartu Pra Kerja yang total nilainya triliunan rupiah. Sampai KPK menemukan apakah tindakan itu dilakukan secara sengaja atau karena kelalaiannya.
Jadi dengan begitu jelas mens rea-nya (niat jahat). Dalam penegakan hukum, tindakan itu sengaja, setidak-tidaknya lalai. Dan jika lalai itu sudah menjadi bagian dari pelanggaran pidana juga.
Bahwa Kartu Prakerja sudah mau masuk gelombang empat. Maka KPK seharusnya tak lagi berkutat dalam ranah kajian dan konferensi pers semata, karna sudah injured, mesti segera mengambil tindakan hukum.
Oleh : Andrianto, Penggiat Anti Korupsi