ALHAMDULILLAH, PERHELATAN damai Reuni 212 berjalan lancar. Tertib. Tidak ada insiden. Ada sejumlah peserta yang harus mengalami perawatan medis ringan, sangatlah wajar. Wajar, karena jutaan manusia berkumpul di satu kawasan pada saat yang bersamaan.
Insiden lainnya adalah percobaan orang dengki untuk menggagalkan acara yang khidmat itu. Ada yang memasang bom rakitan tetapi digagalkan oleh Allah SWT.
https://opiniindonesia.com/2018/12/08/kemenangan-prabowo-sandi-bisa-dibaca-dari-reuni-akbar-212/
Hari ini, Reuni 212 telah berubah menjadi aset bangsa sebagimana dikatakan oleh Ustad Abdullah Gymnastiar (Aa Gym). Beliau tidak berlebihan. Pantas disebut sebagai aset bangsa. Sebab, ajang reuni ini telah memperlihatkan kualitas mental dan kualitas sosial kaum muslimin.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Sekarang, kualitas itu bakal menjadi teladan global. Bakal menjadi ikon internasional. Tak jauh-jauh, kemarin kita lihat umat Islam di Malaysia meng-copypaste Reuni 212 ke dalam masyarakat mereka. Umat di sana menggelar gerakan yang mirip dengan 212.
Mereka namakan “Daulat 812”, yang dilangsungkan pada 8 Desember 2018. Inilah ‘penularan’ pertama Reuni 212. Kaum muslimin Malaysia terinpirasi. Motivasinya mirip dengan ruh gerakan 212. Yaitu, upaya untuk menyadarkan umat tentang ketidakadilan. Tentang ‘injustice’.
Tampaknya, penularan tak hanya di Malaysia saja. Masyarakat di banyak negara menaruh perhatian dan menyatakan kekaguman terhadap skala Reuni 212 pada 2 Desember 2018. Mereka kagum pada ketertiban yang terjaga dengan baik. Mereka kagum terhadap jumlah orang yang hadir.
Mereka tahu para peserta datang dengan perjuangan yang berat. Biaya sendiri. Datang dari jauh. Harus tidur seadanya. Bahkan ada yang harus berjalan kaki puluhan kilometer.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Masyarakat di banyak negara yang menyaksikan berita tentang Reuni 212, sekarang menyimpulkan bahwa radikalisme yang dilabelkan pada umat Islam Indonesia merupkan kedengkian belaka. Mereka melihat sendiri keramahan dan ketertiban di cara reuni itu.
Banyak orang nom-muslim yang bertestimoni mengharukan. Ada yang sampai menangis, merasakan suasana damai. Merasakan ketulusan jutaan kaum muslimin.
Warga dunia menyaksikan koeksistensi yang damai antara kaum muslimin dan umat agama lain. Koeksistensi itu tidak hanya berlangsung di lingkungan sosial dan lingkungan kerja, tetapi juga di arena Reuni 212, 2 Desember lalu. Ini yang mencengangkan masyarakat internasional. Di banyak negara.
Tidak hanya sebatas rasa salut melihat aksi damai ini, warga belahan dunia lain menyatakan keinginan mereka untuk ikut Reuni 212 tahun 2019. Mereka bahkan ingin sekali bertemu dengan para pemimpin umat yang selama ini dimusuhi termasuk HRS.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Tak ketinggalan, banyak pula warga asing yang berjanji akan mendorong para investor agar masuk ke Indonesia. Untuk membuktikan bahwa kaum muslimin Indonesia sangat ramah dan bersahabat sepanjang hal-ihwal keyakinan reliji mereka tidak diganggu. Sepanjang norma-norma keagamaan syariat Islam tidak dilecehkan.
Inilah umat Islam Indonesia. Inilah Reuni 212 yang menginpirasi dunia. Ketulusan ini rupanya membuat segelintir saudara sesama muslim merasa tak nyaman. Mereka melecehkan 212.
Muhammad Guntur Romli, misalnya, begitu tega melabel kaum muslimin 212 sebagai jemaah Monaslimin, beribadah setahun sekali. Caleg PDIP, Kapitra Ampera, menganggap jutaan peserta Reuni 212 sebagai orang yang tak Islami.
Wallahu a’lam apa maksud Guntur Romli dan Kapitra. Semoga bukan ekspresi kedengkian. Bukan hasad, bukan iri. Amin!
[Oleh : Asyari Usman. Penulis adalah wartawan senior]