HARI INI, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional untuk menghormati jasa-jasa para pahlawan pendidik bangsa. Guru adalah cerminan masa depan suatu bangsa.
Jika suatu bangsa ingin maju, maka majukanlah guru-gurunya. Itu adalah salah satu hal yang diajarkan oleh seorang tokoh yang saya kagumi, juga salah seorang guru bagi saya.
https://opiniindonesia.com/2018/11/21/relaksasi-dni-investasi-asing-dan-liberalisasi-ekonomi/
Ketika saya menyebut kata “guru”, maka yang terbayang di kepala saya pertama kali ialah para pengajar dan pendidik yang telah berjasa membentuk saya hingga seperti sekarang ini. Lalu yang kedua adalah sosok seorang pahlawan nasional, Bapak Pendidikan Nasional, Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hajar Dewantara.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Bagi saya, Ki Hajar Dewantara adalah gambaran seorang guru yang ideal. Ia diangkat menjadi Bapak Pendidikan Nasional karena jasanya dalam memprakarsai pendidikan publik di Indonesia melalui sekolah publik milik pribumi yang didirikannya yaitu Taman Siswa.
Tetapi bukan hanya Taman Siswa yang membuat saya melihat sosok Ki Hajar Dewantara sebagai sosok guru ideal, melainkan seluruh kehidupannya.
Selain menjadi pengajar, ia juga aktif di berbagai bidang dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam organisasi non politik, ia merupakan salah satu tokoh kunci di organisasi Budi Utomo, pelopor pergerakan kemerdekaan.
Bahkan ia juga berperan sebagai inisiator kongres Budi Utomo yang pertama. Di bidang politik, ia turut menjadi petinggi Indische Partij, bersama Douwes Dekker. Dengan kelompok intelektual muda sebagai motornya, IP kemudian menjadi “musuh” bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda karena kritik-kritik mereka yang seringkali menyerang Hindia Belanda.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Dan tentu saja di bidang pendidikan, ia mendirikan Taman Siswa. Salah satu mottonya yaitu Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan) telah menjadi motto pendidikan di Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu. Hingga kini, Taman Siswa mungkin telah melahirkan jutaan lebih lulusan-lulusan yang berkontribusi terhadap kemajuan bangsa.
Bahkan tempat saya menimba ilmu semasa SMA, yaitu SMA Taruna Nusantara, merupakan salah satu sekolah produk dari Lembaga Perguruan Taman Siswa. Sungguh tidak ternilai jasa-jasa Taman Siswa hingga kini.
Di luar semua kegiatan organisasinya, Ki Hajar Dewantara banyak menulis buku dan artikel-artikel, terutama untuk mengkritik pemerintah kolonial. Artikelnya yang paling terkenal dan membuatnya menjadi orang yang paling dicari Belanda adalah Als Ik en Nederlander was (Andai Aku Orang Belanda).
Karena kritikannya pada penjajah yang demikian pedas dan tepat sasaran, ia menjadi most wanted man. Dan selain itu masih banyak lagi karya bukunya, seperti Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu Untuk Semua, tetapi Semua Untuk Satu Juga), dan lain-lain. Ia pun kemudian ditangkap di usia 24 tahun, bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkusumo diasingkan ke Belanda.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Dari perjuangan pergerakannya inilah saya meyakini bahwa guru bukan hanya seorang yang mengajarkan isi buku kepada muridnya. Guru juga seorang pemimpin, yang bersama pengikutnya memperjuangkan cita-cita rakyatnya.
Guru juga seorang politisi, yang mengerti bahwa mengubah nasib rakyat banyak hanya akan dapat dilakukan dengan cara-cara politik. Guru juga seorang pejuang, yang melawan ketidakadilan penjajah dan siap menerima segala konsekuensinya demi perjuangannya.
Maka hari ini saya beruntung mengenal Pak Prabowo Subianto. Bagi saya, ia adalah seorang pemimpin, juga seorang bapak, dan paling penting ia adalah juga seorang guru.
Jika kita ingat kembali, jejak langkah perjuangan Prabowo Subianto dengan Ki Hajar Dewantara sangatlah mirip. Ki Hajar aktif di Budi Utomo, Prabowo aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dan Satria Muda Indonesia (SMI) serta Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI).
Ki Hajar punya Indische Partij, Prabowo punya GERINDRA sebagai jalan perjuangan politik. Ki Hajar punya Taman Siswa, Prabowo punya Lembaga Perguruan Universitas Kebangsaan Republik Indonesia yang kampusnya terletak di Bandung.
Ki Hajar banyak menulis buku, pun demikian Prabowo dengan bukunya yang terbaru Paradoks Indonesia, dan buku-buku karyanya terdahulu diantaranya Selamatkan Indonesia, Membangun Kembali Indonesia Raya, dan yang akan dirilis sebentar lagi yaitu Indonesia Menang. Buku-buku karya Prabowo berisi pandangan-pandangannya akan persoalan bangsa dan solusinya.
Itulah mengapa ketika saya menyebut kata “guru”, sosok ketiga yang muncul dalam benak saya adalah Prabowo Subianto. Seperti Ki Hajar Dewantara, ia bagi saya adalah gambaran seorang guru yang ideal.
Pada akhirnya, saya memang tidak cukup beruntung karena tidak lahir di zaman Ki Hajar Dewantara, tetapi saya bersyukur lahir di zaman Prabowo Subianto. Dan saya akan terus berjuang bersamanya, karena perjuangannya semata hanyalah demi masa depan Rakyat Indonesia.
Selamat Hari Guru Nasional.
[Oleh : Rizaldy D. Priambodo, politisi muda. Aetikel ini ditulis di atas langit Indonesia, dalam perjalanan pulang ke Ibukota]