Opiniindonesia.com – Meskipun sebelumnya Gubernur Jawa Barat menyatakan agar masyarakat khususnya buruh menerima dahulu UU Cipta Kerja baru evaluasi satu dua tahun, akan tetapi nampaknya nurani lebih berbicara.

Saat demo buruh di depan Gedung Sate Kang Emil menyampaikan pandangan tentang kesepahaman dengan aspirasi buruh tersebut.

Melalui surat resmi Gubernur Jawa Barat menyampaikan surat kepada Presiden yang isinya meneruskan aspirasi buruh tentang penolakan UU Cipta Kerja atau dikenal dengan Omnibus Law dan meminta agar Presiden mengeluarkan Perppu pembatalan.

Akan tetapi bandelnya Presiden dalam pertemuan dengan 34 Gubernur meminta para Gubernur tidak menolak UU tersebut.

Terhadap hal ini muncul suara kritis bahwa Presiden bertindak otoriter. Memaksakan kehendak kepada para Gubernur. Presiden tidak memahami situasi aspirasi masing-masing daerah yang berbeda dalam penyikapan soal Omnibus Law.

Gubernur Jawa Barat dan beberapa Gubernur lain seperti DKI, DIY, Sumbar, dan lainnya mendapat sorotan dari Pemerintah Pusat.

Kang Emil harus tegar. Sikap terakhirnya itulah yang benar. Gubernur bukan bawahan Presiden tetapi Kepala Daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah.

Tidak ada kewenangan Pemerintah Pusat untuk memaksakan kehendak. Asas desentralisasi dan otonomi harus dihormati.

Presiden Jokowi pun ketika melakukan klarifikasi soal UU juga banyak dikritik. UU Cipta Kerja jelas cacat hukum baik dilihat secara yuridis, filosofis, maupun sosiologis. Diketuk Dewan dalam naskah yang belum final.

Untuk memperkuat sikap dan konsistensi, baiknya Gubernur kembali bertemu dengan pimpinan serikat buruh, ormas-ormas, LSM atau elemen strategis Jawa Barat lainnya agar ada kesatuan gerak dan langkah dalam memperjuangkan aspirasi buruh dan masyarakat Jawa Barat. Omnibus Law yang tak adil harus ditolak.