HARI-HARI terakhir, nurani politik kita digelitik oleh suguhan “kampanye” menarik yang ditampilkan oleh kubu Prabowo Sandi. Bukan oleh tim kampanye resminya, tapi oleh pendukungnya. Setidaknya ada tiga kasus menarik bisa kita torehkan biar diingat oleh adik adik penerus bangsa nanti.
Pertama, kisah Ibu Habibah di Semarang. Ia membuat heboh dan viral di media gara-gara protesnya kepada satpol PP yang mencopot atribut Prabwo-Sandi yang dipasang di rumahnya di Kawasan depan RS Dr Kariadi Semarang. Setelah protes ke Satpol bahkan ke KPU tidak mendapat tanggapan, ia memasang gambar lebih besar dan hampir seharian berdiri di depan rumahnya mengacungkan dua jari. Berkampanye untuk mereka semua yang lewal.
https://opiniindonesia.com/2018/12/20/denny-ja-itu-ahli-bius-jokowi/
Aksinya viral. Video aksinya berhamburan kemana mana. Beberapa petinggi Tim Prabowo-Sandi seperti Sudirman Said dan Fadli Zon menyambangi kediamaan Bu Habibah. Bagi yang tahu politik, peristiwa Ibu Habibah ini tentu membuat bergidik. Apalagi kalau tahu siapa keluarga Ibu Habibah. Masyumi tulen!
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Kedua, kisah Rahman, lelaki umur 45 tahun asli Tegal. Ia rela berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk bertemu Prabwo. Selama 20 hari ia berjalan kaki dari Tegal menuju Jakarta hanya untuk menyampaikan aspirasi dan dukungan kepada capres nomor 02 Prabowo Subianto.
Selama perjalanan, Rahman membawa papan bertuliskan “Saya ingin bertemu Bpk Prabowo. Macan Asia. Capres 2019. Jalan Kaki dari Tegal-Jateng.
Hari Rabu (19/12) Rohman sampai di kediaman Prabowo di Hambalang. Esok harinya Rohman berkesempatan ngobrol cukup panjang dengan Prabowo di Rumah Jalan Kertanegara. Ia menyampaikan keluhan soal harga harga yang tinggi, soal kebijakan impor dan lain lain. Prabowo memberi apresiasi kepada Rohman yang sudah berjalan kaki begitu jauh hanya untuk menyampaikan aspirasinya.
Ketiga, tentang tulisan-tulisan liar yang berhamburan di media sosial. Salah satunya tulisan Nasrudin Joha. Saya tidak tahu siapa Nasrudin Joha, mungkin nama samaran atau nama sebenarnya. Sudah tidak penting lagi. Ketika dicoba digoogling tidak ada keterangan jelas siapa Nasrudin Joha.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Tapi tulisan-tulisannya yang memberi semangat dan dukungan kepada pendukunh Prabowo terus bergulir seperti hujan. Kadang sehari bisa muncul dua sampai tiga kali. Seperti minum obat saja.
Tulisan-tulisan dia yang segar dan apa adanya. Tetap asyik dibaca. Kadang juga sinis khas tulisan politik. Apalagi kalau sudah bicara tentang Denny JA. Wow!
Siapa Nasrudin Joha atau Nasrudin Hoja menjadi tidak penting lagi. Tapi tullsannya yang ihlas (tanpa mengharap bayaran), sudah menginspirasi, memberi sudut pandang yang lain bagi masyarakat. Apalagi ketika media media mainstream sudah menjadi “brosur-brosur” rezim.
Bu Habibah, Pak Rohman, dan Nasrudin Joha hanya segelintir contoh rakyat yang bergerak sendirian. Memperjuangkan aspirasinya. Tanpa kenal lelah atau berharap bayaran untuk menyampaikan aspirasinya. Tentu saja masih banyak orang seperti mereka bertiga yang mungkin belum terungkap media. Mereka tetap bergerak di tengah politik yang sudah over transactional.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Dari tiga orang ini saja kita merasakan ada perjuangan politik yang beda. Out of the box. Pesan kuat yang tampak adalah adanya semangat yang berkobar untuk membela, memperjuangkan dan harapan agar Prabowo tertitah memimpin Indonesia. Bahkan dari ketiganya tertangkap ketulusan dan kesetiaan.
Di sana, di bawah sana. Masih banyak bergerak ideologis. Politik memperjuangkan ide dan keyakinan. Bagi mereka, politik bukan soal propaganda bayaran dari Lembaga Lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan atau pun relawan bayaran dengan agenda agitasi tertentu. Dari mereka setidaknya kita belajar bahwa politik punya nuansa yang luas.
[Oleh : In’AM eL Mustofa, penulis masalah sosial dan politik]