SALAH satu hobby kaum digital. Mungkin, doyan “ngalor ngidul”. Ngomong atau ngobrol tapi ngalor ngidul. Berbicara tentang segala hal. Apa saja dikomentari. Seolah-olah sudah ahlinya, seperti tahu banyak segala hal.
Istilah ‘ngalor ngidul’ tidak ada hubungannya dengan Laut Kidul. Ngalor ngidul, segala kejadian diomongin. Banjir diomongin, Jiwasraya dikomentarin, keraton agung sejagat dibahas. Segala arah mata angin pun bisa dibicarakan. Sebut saja, kaum ngalor ngidul.
Dulu, setahu saya yang suka ngalor ngidul itu. Mereka yang suka ngongkrong di warung kopi. Atau tukang ronda alias begadangan. Tapi zaman now, ngalor ngidul sudah jadi hobby. Apalagi pegiat media sosial, bisa jadi juara ngalor ngidul. Sesuatu yang sudah jelek makin dijelek-jelekin, Sesuatu yang bagus pun dijelek-jelekin. Sing ngalor ya ngalor, sing ngidul ya ngidul.
Saking doyan ngalor ngidul.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Orang zaman now, makin jauh dari realitas. Harapan kian bertentangan dengan kenyataan. Omongannya bertolak belakang dengan perilakunya. Komentarnya justru berselisih dengan kebiasaannya. Namanya “ngalor ngidul”.
Ada benarnya ungkapan “manusia butuh waktu dua tahun untuk belajar bicara, tetapi butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk belajar diam”. Biar tidak ngalor ngidul. Apalagi di media sosial. Semua orang terlalu gampang komentar tentang apapun. Biar semuanya viral, biar kawannya banyak yang komentarin. Hingga akhirnya, berita yang tidak benar alias bohong pun disebar-luaskan. Terdorong untuk segera men-sharing berita, sambil bertanya “ini benar gak ya?”.
Komentar atau omongan yang dibangun bukan atas ilmu dan keahlian. Maka wajar, akhirnya makin gaduh makin keruh suasananya. Komentar yang negatif, bikin dampak lebih buruk dan jauh dari solusi. Kaum ngalor ngidul.
Kaum ngalor ngidul itu sudah hilang sifat hati-hatinya. Gagal menahan diri bahkan gemar memperkeruh suasana. Mereka lupa, terlalu banyak bicara itu justru bisa mengeraskan hati. Lupa, bahwa lisan bisa berbuah petaka atau syarat masuk neraka.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Kaum ngalor ngidul lupa. Berita benar yang berdampak negatif saja tidak boleh asal-asalan menyebar-luaskan ke publik. Karena apapun, harus dupertimbangkan baik buruknya; cek maslahat atau mudarat.
Ngalor ngidul, memang tidak butuh orang kaya atau miskin. Orang pintar atau bodoh. Bahkan membuat rancu antara orang salah atau benar. Karena yang penting, kaum ngalor ngidul harus bicara, wajib komentar. Biar tenar, biar kesohor sekalipun tekor.
Maka jangan sampai hidup larut dalam ngalor ngidul. Karena bagusnya dunia itu justru ketika terpisah antara yang bagus dan jelek. Sebaliknya jeleknya dunia itu saat kita mencampur-adukkan antara bagus dan jelek.
Maka berhentilah ngalor ngidul. Seperti nasehat Nabi Muhammad SAW “Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.” (HR. Muslim).
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Oleh : Syarifudin Yunus, Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka.