Opiniindonesia.com – Demikian judul diatas yang diambil dari pernyataan Bang Rizal Ramli saat didamping oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun serta Abdulrachim Kresno saat menyampaikan Judicial Riview (JD) pasal 222 Undang Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya tentang Presidential Threshold atau Ambang Batas Presiden, Jumat (4/9/2020)
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.
“Mari kita lawan demokrasi kriminal. Supaya Indonesia berubah. Supaya kalau demokrasi amanah bekerja untuk rakyat, bekerja untuk bangsa kita, tapi demokrasi kriminal bekerja untuk cukong. Bekerja buat kelompok dan agen lainnya. Kita harus ubah dari demokrasi kriminal ke demokrasi yang amanah dan good government dan ini perjuangan yang penting dan strategis,” kata Rizal Ramli di Gedung MK, Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Adanya ketentuan mengenai ambang batas tersebut membuat calon kepala daerah maupun presiden harus merogoh kocek yang dalam untuk mendapat tiket dari partai atau dalam istilahnya menyewa partai.
Baca Juga:
Dukungan Emosional dan Logistik PROPAMI Care Ringankan Beban Panti
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
Untuk maju sebagai calon bupati, kata Rizal Ramli, seorang calon harus merogoh kocek Rp 30 miliar hingga Rp 50 miliar, sementara calon gubernur harus menyewa partai dengan tarif berkisar Rp 100 miliar – Rp 300 miliar.