Opiniindonesia.com – Ibarat musim durian, pasti ada saja orang yang bisa meraup untung saat panen raya itu. Demikian pula dengan Pilkada serentak di semua daerah. Setidaknya para buzzer atau penyusun naskah iklan maupun sejenis advertesing untuk ikut mengkampanyekan kahoannya sebagai tokoh yang mau tampil lebih elegan sebagai petarung dalam Pilkada, saat sekarang ini seperti mrnyongsong waktu panen raya.

Dimana-mana siap menggelar Pilkada. Makin banyak calon.yang mau tampil tentu makin banyak juga peluang untuk mendulang uang.

Memang tak hanya buzzer yang piawai mempromosikan tokoh idola yang mampu membayar semua kerja keras untuk meyakinkan para pilih, tapi juga elemen lain yang ikut berperan bisa ketiban pulung.

Money politik pun mungkin juga dilakukan, yang penting rakyat sudah cerdas dan paham cara menyikapinya.

Ambil uangnya, pilihan tetap pada pemimpin yang kita idolakan. Toh, setelah suara terkumpul di kotak TPS pun,tak satu pun orang yang mampu memastikannya perhitungan suara itu tak berubah.

Apalagi terkait dengan pandemi corona-19. Bagi rakyat kecil pembagian paket sembako yang tidak merata itu sudah dilupakan. Sebab yang penting bagaimana menyelamatkan kelangsungan hidup dalam kondisi yang serba susah sekarang ini dengan cara yang lain. Sementara pulsa dan hp yang dipakai bergantian oleh anak-anak yang harus sekolah dari rumah sudah menjadi soal sendiri.

Pangkal soalnya adalah lapangan kerja pun susah didapat. Meski untuk bekerja serabutan pun niatan sudah dibulatkan, kondisi tak normal sekarang ini tampaknya harus dan mesti dimaklumi. Yang penting anak, istri dan cucu tak sampai keleleran untuk makan.

Agaknya,begitu juga sikap pilihan para buzzer menekuni pekerjaannya itu. Meski tata etika dan moral gampang sekali tergelincir pada kubangan hoax hanya demi dan untuk dibayar mahal.

Masalahnya dalam menekuni profesi buzzer itu diperlukan rambu etika dan moral yang kuat dan konsisten mentaatinya agar tidak sampai tergadai. Apalagi mau manipulasi banyak orang dengan pekabaran yang salah, meski hanya ingin memberi kesan orang yang sedang diusung dan hendak diangkat serta dilambungkan image positifnya bagi orang banyak.

Jadi buzzer itu boleh saja asal tak manipulasi dan menyesatkan orang lain lewat isi kampanye atau promosi yang dilakukan.

Kesan insinuasi pun tak bijak. Meski tidak boleh disebut dosa besar. Seperti iklan yang mengatakan; orang pintar pasti begini dan begono…jelas mengesankan yang tidak begini dan tidak begono itu seperti hendak dikakatan adalah orang bodoh. Padahal rakyat sudah banyak yang pintar. Maka itu money politik dalam Pilkada tak sama sekali dirisaukan.

Apalagi tak sedikit yang percaya bahwa niat baik itu pasti menghasilkan hal-hal yang baik pula. Begitu juga sebaliknya. Azab dan ganjarannya pasti akan dituai pula. Sesuai dengan amal dan perbuatannya, kata orang banyak mendoakannya.

Oleh : Jacob Ereste, Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Federasi Bank, Keuangan dan Niaga (F.BKN) K.SBSI.