Opiniindonesia.com – Dalam rapat dengan Komisi XI DPR terungkap bahwa Asuransi Jiwasraya membutuhkan tambahan modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%. Asuransi Jiwasraya memang tengah menghadapi persoalan yang serius. Dapatkan Asuransi Jiwasraya diselamatkan? Banyak yang pesimis. Dapatkah citra Asurasi Jiwasraya dipulihkan? Bisa, asalkan korporasinya selamat. Nah, sebaiknya kita melihat semangat optimisnya agar ada harapan yang positif.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu RI Isa Rachmatawarta mengatakan, pihaknya percaya masalah Jiwasraya bisa diselesaikan tanpa suntikan uang negara. Direktur Utama JIwasraya, Hexana Tri Sasongko, menjelaskan beberapa skenario sudah disiapkan guna menangani masalah tersebut, dari mulai penjualan anak usaha hingga pembentukan Lembaga Penjamin Polis.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pernah menyatakan ada delapan investor asing yang berminat mengakuisisi anak usaha tersebut.
Nasabah Harus Diutamakan
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Begitu ruwet dan banyaknya persoalan yang dihadapi oleh Jiwasraya dan tentunya banyak tim ahli yang terlibat dalam persoalan ini, dan sedang berusaha untuk menyelesaikan yang terbaik. Saya akan ikut urun rembuk dalam persoalan ini dari sisi komunikasi, terutama dalam hal manajemen reputasi dan restorasi citra. Saat ini setidaknya ada beberapa masalah besar yang menunggu solusi yang menyangkut korporasi dan semuanya akan menggerus reputasi dan citra Jiwasraya. Pertama, urusan dengan nasabah. Seperti diketahui, enam nasabah menggugat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuduhan ingkar janji menyelesaikan kewajibannya (wanprestasi). Gugatan tersebut telah terdaftar di pengadilan sejak tanggal 27 Oktober 2019.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur, membenarkan adanya gugatan tersebut sebagai yang terpapar dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada situs resmi PN Jakpus. Pihak manajemen Jiwasraya mengatakan ada 17.000 pemegang polis JS Saving Plan. Adapun total pemegang polis Jiwasraya mencapai 7 juta.
Sulit dibayangkan, jika semua nasabah berbondong-bondong melakukan aksi hukum, ataupun aksi massa. Tentu akan sangat menggangu Jiwasraya, namun juga bisa masalah tersendiri bagi Jakarta dan Indonesia.
Kedua, urusan dengan Kejaksaan. Adanya dugaan tindak kecurangan (fraud) di dalam tubuh Asuransi Jiwasraya, pemerintah inisiatif melaporkan langsung ke Kejaksaan Agung. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo. “Kita sudah bicara dengan Kejaksaan Agung, kita akan lakukan investigasi. Tapi, ternyata jika ada bukti di masa lalu, maka para oknum yang melakukan suap atau penggelapan harus kita tindaklanjuti,” ucap Tiko. Kejaksaan Agung juga meresopn akan menelaah laporan terkait Jiwasraya yang tengah mengalami krisis keuangan. Pihaknya sedang menelaah ada atau tidaknya tindak pidana.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Ketiga, urusan dengan Kementerian BUMN. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman menegaskan bahwa sampai saat ini persoalan Jiwasraya sama sekali tidak dibahas di internal Kepresidenan. Hal ini, menjadi kewenangan penuh Menteri BUMN Erick Thohir.
Tentu saja masih banyak persoalan utama dan ataupun sekunder yang mengiringi persoalan ini, Namun, jika hubungan dengan tiga pihak yang terkait dengan masalah ini berjalan baik, setidaknya bisa mengurangi beban dan persoalan manajemen Jiwasraya yang baru (asalkan tidak terlibat dengan masalah hukum).
Menangani Berita Negatif
Dari sisi komunikasi sudah jelas potensi masalah korporasi ataupun persoalan reputasi yang utama datangnya dari mana. Pemberitaan buruk, berita negatif, serta tidak kondusif yang bisa merusak citra korporasi dan manajemennya dari mana.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Yang harus dicermati adalah suara nasabah yang perlu dikelola dengan baik agar semakin menguatkan manajemen yang sedang berikhtiar keras melakukan restrukturisasi untuk penyelamatan usaha.
Harus ada informasi dan progress report dari upaya-upaya yang dilakukan manajemen. Juga harus ada saluran informasi yang bisa menjawab pertanyaan maupun klarifikasi nasabah. Jika ada kekecewaan, jangan hanya bayangkan jumlah nasabahnya saja. Tapi pikirkan jumlah akun medsos yang bersuara negatif membanjiri dunia online dan dunia media.
Begitu juga suara dari Kejaksaan Agung. Jika investigasi dugaan pidana terbukti maka akan tergambar betapa derasnya pemberitaan negatif terhadap korporasi saat ini. Mungkin soal pidana ini menyangkut soal manajemen lama dan tidak menyangkut direksi baru. Namun jika tidak ditangani dengan baik maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar dalam hal restorasi citra ke depannya.
Kementerian BUMN pun harus ada komunikasi yang baik agar arus komunikasi dengan publik yang dijembatani media bisa sinkron dan selaras sehingga efektif dan produktif, dan tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya.
Urgensi Tim Komunikasi
Di sinilah penting dan urgensinya Tim Krisis Komunikasi (plus Media Center) yang efektif untuk mengelola manajemen reputasi (terutama restorasi citra) Jiwasraya, dalam menangani berita negatif, berita simpang-siur, ataupun beita hoaks sekalipun.
Tim Krisis Komunikasi yang biasanya dipimpin oleh CEO korporasi inilah yang kemudian akan fokus dalam menangani krisis inti yang menyangkut urusan finansial yang sedang terjadi. Selain itu, perlu dianalisa permasalahan yang menyebabkan terjadinya krisis serta akibatnya pada perusahaan, dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil, sekaligus melakukan evaluasi. Dari sinilah kemudian perlunya organisasi Media Center sebagai instrumen korporasi yang memudahkan penyaluran akses informasi dan komunikasi bagi publik. Sekaligus menjadi ujung tombak untuk pemulihan citra (image restoration).
Media Center akan memberikan akses kepada semua pihak manapun yang ingin mengetahui duduk permasalahan yang terjadi, termasuk juga kepada media, analis pasar, ataupun opinion leader lainnya. Tentu saja dengan akses yang disesuaian dengan strategi komunikasinya.
Aktivasi Media Center ini merupakan bagian yang sangat strategis dalam komunikasi untuk menangani krisis organisasi guna mengembalikan reputasi, memulihkan nama baik dan merestorasi citra perusahaan di mata publik. Jika Media Center ini berjalan efektif dan optimal, maka manajemen baru yang sedang berupaya keras melakukan langkah-langkah restrukturisasi akan terbantu sebagian tugasnya sehingga bisa bekerja lebih fokus ke inti masalahnya dan cepat menyelesaikaan masalahnya.
Dan, apabila proses restrukturisasi ini berhasil, ke depannya tidak akan menemui masalah yang berat terkait masalah citra, karena sudah ada tim handal yang terbukti sukses menangani gangguan reputasi korporasi. Semoga.
Oleh : Budi Purnomo S.IKom, M.IKom, praktisi media dan komunikasi, owner Budipurnomo.com
(*) Tulisan ini sudah dipublikasikan media Investor.id