Bagaimana Nasib Jembatan Jawa-Sumatera (Selat Sunda), Saat Ini?

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 15 Oktober 2018 - 19:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gagasan Tri Nusa Bimasakti, dan Tinjauan Teknis.

Tri Nusa Bimaksakti adalah suatu gagasan besar yang dicetuskan oleh seorang guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) tentang konsep atau ide untuk menyatukan tiga pulau di Indonesia; yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Konsep atau ide besar ini dicetuskan oleh Profesor. Ir. Sedyatmo, yang mana kemudian direspon oleh Presiden Soekarno kala itu, dengan menginstruksikan agar membuat uji coba desain teknis yang mana hasilnya berupa rekomendasi untuk dibuat konstruksi sebuah terowongan/tunnel untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

https://opiniindonesia.com/2018/11/01/jangan-kaitkan-free-tol-dengan-politik/

Hasil desain yang telah disempurnakan ini, lalu ditindak lanjuti oleh Presiden Soeharto pada tahun 1989. Kemudian pada tahapan selanjutnya pihak BPPT melakukan kajian teknis kembali, yang mana berdasarkan rekomendasi Profesor Wiratman Wangsadinata dan Dr. Ir. Jodi Firmansyah, merekomendasikan bahwa sebuah ‘jembatan’ lebih tepat dan feasible jika dibandingkan menggunakan terowongan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera tersebut.

Sampai pada tahapan ini masih terus terjadi silang pendapat dan pro-kontra jika seandainya pembangunan jembatan Jawa-Sumatera tersebut benar-benar dapat dikonstruksi, apakah dari sisi teknis (teknologi) semua aspek telah terpenuhi? Mengingat perairan Selat Sunda terdapat sesar (patahan aktif) yang terdapat di Jawa dan Sumatera, khususnya sesar disekitar Bukit Barisan, dan termasuk juga potensi gempa vulkanik Gunung Anak Krakatau.

Jawaban dari kekhawatiran itu semua terjawab dengan terbangunnya Jembatan Akashi-Kaikyo di Jepang, yang mana jembatan bentang panjang ini pun berada dalam wilayah rawan gempa dan lautan berpalung sangat dalam. Jembatan Akashi-Kaikyo ini didesain tahan gempa mencapai 8,5 SR.

Jembatan Jawa-Sumatera (atau JSS) ini pun sedianya didesain (perencanaan) menggunakan teknologi Delta Qualstone S.K 125, yang mana teknologi ini merupakan kreasi dan hasil rekayasa teknis putra bangsa Indonesia sendiri. Teknologi ini diprediksi mampu mendesain konstruksi tahan gempa mencapai 9 Skala Richter.

Indonesia juga telah mampu membuktikan pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) di Jawa Timur sepuluh tahun lalu, Jembatan Suramadu merupakan jembatan bentang panjang terpanjang di Asia Tenggara, sebelum adanya Jembatan Penang II di Malaysia. Hal ini merupakan torehan prestasi yang patut diapresiasi, sekaligus sebagai rujukan teknis dan empirik untuk pembangunan Jembatan Jawa-Sumatera (JSS) nantinya.

Urgensi Jembatan Selat Sunda Bagi Jawa dan Sumatera.

Pulau Jawa dan Sumatera merupakan dua pulau utama di Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia.
Pada tahun 2017 perekonomian Indonesia secara spasial masih didominasi oleh Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap perekenomian nasional mencapai 58,49 persen.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Sedangkan Pulau Sumatera kontribusinya mencapai 21,66 persen (sumber BPS RI). Dari uraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa hampir berkisar 80 persen kontribusi perekonomian Indonesia, berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera.

Pulau Sumatera memiliki luasan berkisar 473.0000 km2, dan memiliki luas daaratan tiga kali lebih luas dari Pulau Jawa. Potensi geografi dan demografi yang dimiliki oleh Sumatera khususnya, tentu merupakan keunggulan tersendiri bagi Sumatera jika dikomparasikan dengan pulau-pulau lain di Indonesia.

Hal ini yang tentunya menjadi dasar pertimbangan jika Jembatan Jawa-Sumatera, atau dengan istilah lain Jembatan Selat Sunda (JSS) dapat diwujudkan pelaksanaannya. Keberadaan jembatan ini diprediksi akan menjadi solusi percepatan dan kelancaran atas jalur distribusi barang dan jasa, jalur logistik Jawa dan Sumatera. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Utamanya perekonomian regional Jawa dan Sumatera.

Terhubungnya dua daratan pulau terebut juga akan memberikan dampak positif bagi Pulau Jawa, yang mana persoalan demografi (kepadatan penduduk) dan minimnya lahan pertanian dan lahan industri di Pulau Jawa akan dapat direlokasi ke Pulau Sumatera, khususnya ke wilayah provinsi Lampung atau provinsi Sumatera Selatan (tentu dengan kajian dan pertimbangan yang matang).

Dengan kata lain, keberadaan Jembatan Jawa-Sumatera (atau Jembatan Sekat Sunda) ini akan mengurangi beban Pulau Jawa dalam berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi, sosial dan kependudukan, bahkan juga sebagai solusi politik atas wacana pemindahan pusat pemerintahan pada masa yang akan datang.

Yang mana pada satu tahun belakangan lalu, pemerintah sempat mengkaji pemindahan ibukota pemerintahan. Tentu keberadaan jembatan penghubung dua pulau ini menjadi solusi alternatif atas pertimbangan-pertimbangan dan kompleksitas masalah yang dikemukakan diatas.

Perlunya Keputusan Politik

Pemerintahan Joko Widodo, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas dan termasuk Kementerian PUPR “telah membatalkan” program pembangunan jembatan yang menghubungkan Jawa-Sumatera (Jembatan Selat Sunda).

Yang mana berdasarkan sumber berita media massa, termasuk media online, Menteri PPN/ Kepala Bappenas saat itu, Andrinof Chaniago berpendapat bahwa keberadaan Jembatan Selat Sunda ini tidak sesuai dengan visi dan misi program pemerintahan Jokowi, yakni program membangun sektor kemaritiman dengan konsep Tol Laut.

Pernyataaan ini kemudian diperkuat oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, yang menganggap bahwa pembangunan Jembatan Selat Sunda ini akan memperlebar kesenjangan pembangunan Wilayah Timur Indonesia.

Alasan-alasan tersebut diatas, dapat dikatakan merupakan alasan pembenaran semata dan kurang berdasar. Jika kita komparasikan dengan keberadaan Jembatan Akashi-Kaikyo di Jepang, Jembatan Penang II di Malaysia, Jembatan Hong Kong-Macau di Cina, juga jembatan Suramadu di Jawa Timur, pertanyaannya adalah apakah membuat geliat sektor kemaritiman di negara-negara tersebut menjadi lumpuh dan tidak berfungsi? Seperti yang menjadi kekhawaritiran Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago.

Apakah juga dengan keberadaan jembatan-jembatan tersebut justru menimbulkan kesenjangan antar wilayah di negara-negara tersebut, seperti yang dikhawatirkan oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono?

Dalam konteks ini tentu publik sudah memiliki penilaiannya. Menyikapi keberlanjutan program Jembatan Selat Sunda, atau Jembatan Jawa-Sumatera (Jawasuma), memang diperlukan langkah progresif dan keberanian dari pemerintah untuk mewujudkannya.

Sudah barang tentu, harapan selanjutnya adalah berada pada “pemerintahan yang akan datang”, yang berkomitmen tinggi dan berpihak kepada kepentingan pembangunan nasional yang mengedepankan keadilan wilayah berdasarkan pada aspek-aspek keadilan ekonomi, sosial, perkembangan/ pembangunan wilayah, kependudukan dan keadilan politik.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

[Oleh : Suhendra Ratu Prawiranegara, pemerhati infrastruktur publik]

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru