KETIKA SEBUAH kekuatan baru muncul mengancam hegemoni kekuatan lama, seringkali terjadi perang.

Fenomena ini pertama kali diamati oleh sejarawan kuno Yunani, Thucydides. Dalam tulisannya dia mengatakan bahwa “penyebab terjadinya perang Yunani adalah kebangkitan Athena dan ketakutan Sparta bahwa kebangkitan itu mengancam Sparta”. Kala itu terjadi perang yang kemudian hampir membumihanguskan kebudayaan Yunani kuno.

Menurut peneliti Amerika Serikat Graham Allison, sejak akhir abad 15 tercatat ada 16 kasus dengan kondisi yang serupa dengan kejadian Athena dan Sparta. Kondisi yang dimaksud adalah ketika ada sebuah kekuatan baru yang muncul dan mengancam hegemoni kekuatan lama. Kondisi ini oleh Graham Allison kemudian disebut sebagai Perangkap Thucydides.

Dari 16 kasus yang tercatat, 12 diantaranya berakhir dengan perang besar. Artinya kemungkinan terjadinya perang dalam kondisi demikian adalah 75%. Lantas bagaimana dengan kondisi dunia sekarang?

Berbicara tentang kondisi dunia saat ini, semua orang tentu melihat perkembangan pesat negara Tiongkok. Kita mundur ke tahun 1978, 90% rakyat Tiongkok masih hidup di bawah batas 2 USD per hari. Kini 40 tahun kemudian, hanya 1% rakyat Tiongkok yang masih hidup miskin di bawah 2USD per hari.

Tahun 1974, pendapatan domestik bruto (PDB) Tiongkok hanya setengah dari PDB Amerika Serikat. Tahun 2014, PDB kedua negara tersebut sudah setara. Dan proyeksi tahun 2024, diperkirakan PDB Tiongkok akan melampaui AS sebesar 1.5 kali lipatnya.

Singkatnya, perkembangan Tiongkok begitu pesat, bahkan mungkin bisa dibilang di dunia modern belum pernah ada kemajuan sepesat ini dalam waktu begitu singkat. Kemajuan ini dapat terwujud karena Tiongkok memiliki pemimpin visioner dalam diri presiden Xi Jinping.

Anda tanya siapapun di Tiongkok sana, mereka semua familiar dengan visi Tiongkok tahun 2025, 2035, dan 2049 (ultah ke 100 Republik Rakyat Tiongkok) dimana Tiongkok mengincar untuk jadi negara yang terunggul dalam segala bidang. Sejauh itulah visi seorang Xi Jinping sebagai pemimpin bangsa.

Lantas bagaimana dengan hegemoni Amerika Serikat, yang masih merasa bahwa merekalah pemimpin dunia? AS tentu merasa terancam. Bagaimana mereka akan bereaksi terhadap ancaman itu?

Kita bisa sedikit mengira-ngira jawabannya dari sosok pemimpinnya, Donald Trump, bagaimana selama ini dia bereaksi terhadap kritikan-kritikan lawan. Lalu kita tanyakan pada diri kita masing-masing: seberapa besar kemungkinan terjadi perang? Saya beri sedikit clue: saat ini sedang terjadi perang dagang antara kedua negara.

Kemudian bagaimana nasib Indonesia dalam skenario perangkap Thucydides itu? Indonesia adalah salah satu negara yang posisinya strategis, yang menjadi “rebutan” negara-negara besar yang berseteru. Jika pemerintah tidak segera menyadari kondisi global ini, Indonesia berpotensi menjadi korban.

Dibutuhkan pemimpin yang visinya sekelas Xi Jinping, bukan sekedar gemar membaca Crayon Shinchan. Indonesia beruntung pada masa Perang Dingin AS-Rusia pada 1940an-1980an mempunyai pemimpin yang kuat yaitu Soekarno dan Suharto.

Soekarno dengan visinya memprakarsai Gerakan Non Blok, berani terlepas dari AS maupun Rusia, dan mengajak negara-negara lain di dunia untuk ikut ke dalam Gerakan Non Blok. Soeharto dengan visi pembangunannya, dan dengan swasembada pangannya menciptakan negara yang kuat sehingga jikalau diembargo pun masih dapat bertahan sendiri. Bagaimana dengan pemimpin Indonesia sekarang? Silakan dijawab di dalam hati masing-masing.

Tetapi jangan berkecil hati, masih cukup waktu bagi kita untuk memperbaiki diri. 2019 adalah kesempatan kita untuk menyelamatkan Indonesia agar tidak menjadi korban dari persaingan negara-negara besar.

Nasib bangsa dan negara kita terletak dalam genggaman tangan kita. Jangan sampai nanti pada masa hubungan antara dua kekuatan besar AS dan Tiongkok semakin panas, kita dipimpin oleh seorang yang tidak cukup cakap untuk membawa kita bertahan di situasi sulit ini.

Untuk saat ini, hanya itulah doa saya untuk Bangsa Indonesia kepada Tuhan.

[Oleh : Rizaldi D Priambodo, politisi muda. Tulisan ini ditulis di atas mobil yang sedang berjalan di Bumi Pasundan]