Inilah Pembelaan Diri Erick Thohir, Pemilik Harian Republika

Avatar photo

- Pewarta

Kamis, 6 Desember 2018 - 10:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PEMILIK HARIAN Umum Republika Erick Thohir hari ini menulis sebuah opini pendek berjudul : “Saya, Republika, dan 212.” Tulisan itu sebagai respon ramainya sorotan publik atas pemberitaan media yang tidak menyiarkan secara proporsional Reuni Akbar 212.

Sejumlah wartawan senior secara keras menyoroti itu dan melakukan kritik. Wartawan senior Hersubeno Arief yang sekarang menjadi konsultan politik dan Media, melalui serangkaian opininya menyebut sebagai ”Bunuh Diri Pers Indonesia.”

https://opiniindonesia.com/2018/12/06/tidak-adanya-liputan-media-dalam-reuni-akbar-212-bisa-berakibat-fatal-bagi-jokowi/

Wartawan senior Ilham Bintang yang juga penasehat PWI saking kecewanya sampai menyatakan “Rakyat telah mencabut media mainstream dari sanubarinya!”

Sementara M Nigara seorang wartawan senior yang sering kita lihat memandu acara tinju di stasiun tv menulis dalam nada pilu dan nelangsa. “Netralitas seperti tersapu gelombang. Keberpihakan menjadi terang-benderang. Fakta di depan mata, bukan lagi berita. Mereka telah mengubah jatidiri kewartawanan menjadi pedagang. Mereka telah mengkhianati kejujuran.”

Setiap media, kata Erick, punya kebijakan redaksinya masing-masing yang harus dihormati. Republika memilih menyajikan reuni 212 di halaman satu secara simpatik. Kebijakan editorial ini diambil karena bagaimanapun yang berkumpul dalam reuni tersebut adalah juga anak bangsa. Patut disyukuri, reuni yang melibatkan massa dalam jumlah besar itu berjalan damai dan tertib.

“Pers Indonesia saat ini bukan lagi pers masa lalu. Institusi pers saat ini memiliki tantangan, pilihan, inovasi, dan dinamika yang sangat berwarna. Masing-masing punya argumentasi untuk memilih dan tidak memilih isu untuk disajikan kepada masyarakat,” tambah Erick.

Pembelaan diri Erick ini ada kaitannya dengan posisinya sebagai Ketua Tim Sukses Jokowi-Ma’ruf. Jabatan itu membuat dia dalam posisi dilematis.

Di satu sisi dia pasti sadar bahwa Republika bukanlah sekedar koran biasa. Dia dibangun oleh Habibie sebagai wahana perjuangan umat untuk menyeimbangkan opini. Selama ini media di Indonesia dikuasai oleh kelompok-kelompok yang tidak bersimpati dengan Islam.

Banyak aktivis yang memilih menjadi wartawan Republika bukan sekedar bekerja, tapi merupakan pilihan idealis, untuk menyuarakan kepentingan umat.

Dengan latar belakang semacam itu, sudah jelas harus dimana posisi Republika. Sebaliknya dengan posisi sebagai ketua timses, Erick pasti harus membela Jokowi-Ma’ruf.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Aksi 212 meski bukan kegiatan politik, publik sudah mahfum kebanyakan yang hadir adalah penentang Jokowi. Mereka hadir berduyun-duyun, meminjam pernyataan Aa Gym, karena hatinya sakit dituding oleh rezim ini dan para pendukungnya sebagai kelompok radikal. Kelompok intoleran, anti Pancasila, anti NKRI.

Karena itu media-media pendukung pemerintah, dalam bahasa Hersubeno Arief, melakukan _black out_ dan framing. Kompas, Media Indonesia milik Surya Paloh, dan Koran Sindo milik Hary Tanoe membuang berita itu ke halaman dalam. Halaman pembuangan.

Sebaliknya Republika tidak mungkin melakukan itu. Erick mengalami perlawanan di dalam. Mereka tetap memberitakan di halaman depan. Republika juga memuat artikel foto-foto dalam jumlah cukup besar di halaman dalam.

Sikap Erick dan Republika ini bisa jadi persoalan buat media lain yang sudah telanjur diadili oleh publik. Mereka pasang badan, sementara Erick bermain dua kaki.

Kompas babak belur dihajar publik. Banyak yang berhenti berlangganan. Ada kabar sahamnya juga anjlok.
Karena itulah Erick harus buat penjelasan. Posisinya yang ambigu bisa bikin runyam media-media pendukung Jokowi-Ma’ruf. The End . (*)

[Oleh : Djadjang Nurjaman. Penulis adalah pengamat media dan ruang publik]

(*) Untuk membaca tulisan Djadjang Nurjaman yang lainnya, silahkan KLIK DI SINI.

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru