Kaum Milenial Indonesia Bokek dan Terancam Bangkrut di Hari Tua

Avatar photo

- Pewarta

Rabu, 15 Juli 2020 - 13:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kaum milenial lebih senang menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu dan tidak produktif. (Foto : siberklik.com)

Kaum milenial lebih senang menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu dan tidak produktif. (Foto : siberklik.com)

Opiniindonesia.com – Kaum milenial ternyata sering bokek. Alias tidak punya uang. Alasannya, menurut survei GoBankingRates, kaum milenial lebih senang menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu dan tidak produktif. Sebut saja: nongkrong sambil ngopi di kafe-kafe, kulineran sambil hang out, fesyen, dan hiburan. Maka kaum milenial memang jauh lebih boros ketimbang generasi lainnya.

Kaum milenial memang cerdas. Bahkan saat bekerja pun mampu meraup penghasilan yang lebih dari cukup. Tapi sayang, mereka sering gagal mengelola uangnya sendiri. Terlalu banyak keinginan, terlalu gemar eksistensi. Hingga akhirnya, kebutuhan tersier diubah jadi kebutuhan primer. Maka ada yang bilang, kaum milenial identik dengan gaya hidup dan kemewahan.

Faktanya, memang tidak sedikit milenial yang merasa bokek. Tidak punya uang atau kurang uang. Padahal bekerja dan punya penghasilan. Kenapa terjadi? Karena milenial memang lebih suka gaya hidup yang berlebihan. Bahkan tidak sedikit dari milenial yang jadi “korban gaya hidup”. Alias memiliki gaya hidup di atas kemampuannya.

Satu hal yang kaum milenial lupa. Bahwa memaksakan gaya hidup di luar kemampuan dan berpura-pura ‘kaya’ akan jadi sebab milenial bokek. Atau bisa jadi menuju ambang kebangkrutan di hari tua.

Survei bertajuk “The Future of Money” menyebut 4 dari 10 milenial Indonesia hanya berinvestasi sekali dalam satu atau dua tahun, bahkan 2 dari 10 di antaranya tidak berinvestasi sama sekali. Kondisi ini diperkuat Dalia Research yang menegaskan 7 dari 10 generasi milenial Indonesia tidak memiliki strategi investasi.

Kondisi itu ditambah bayangan hari tua atau masa pensiun kaum milenial. Survei Asosiasi DPLK (2018) pada 100 milenial menyebutkan 90% kaum milenila tidak punya tabungan untuk hari tua atau masa pensiun. Bahkan 60% dari mereka tidak tahu cara menyiapkan dana untuk hari tua. Itu berarti, ada potensi kaum milenial bangkrut di hari tuanya.

Kenapa kaum milenial sering bokek dan berpotensi bangkrut di hari tua?
Jawabnya sederhana. Karena kaum milenial 1) punya gaya hidup yang mahal bahkan berlebihan, 2) berjiwa konsumtif, 3) gemar belanja online dan kredit barang gaya hidup, dan 4) akhirnya pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Lebih besar pasak daripada tiang.

Nongkrong sambil ngopi di kafe-kafe, hang out yang boros, fesyen dan aksesori adalah sebab utama kaum milenial bokek. Hingga jadi sebab hari tuanya tidak punya tabungan. Tidak punya dana yang cukup untuk membiayai gaya hidupnya. Apalagi kaum milenial ternyata tidak memiliki strategi investasi yang baik.

Maka mau tidak mau, kaum milenial perlu sadar. Bahwa gaya hidup dan pengeluaran yang tidak penting jadi sebab biaya hidup mahal. Tidak punya tabungan dan perencanaan jangka panjang pun berantakan. Maka kini saatnya, kaum milenial harus mulai melek cara mengelola uang dan melek dana pensiun. Edukasi keuangan dan dana pensiun sangat penting bagi kaum milenial di Indonesia.

Hari tua atau masa pensiun pasti tiba. Maka siapapun harus mempersiapkannya.
Jangan hanya kerja, kerja dan gaya hidup. Tapi mulailah untuk berani menyisihkan sebagian gaji untuk masa pensiun. Satu hal penting yang harus diingatkan kepada kaum milenial. Yaitu hindari gaya hidup boros agar tidak bokek dan tidak bangkrut di hari tua. Menabung untuk masa pensiun itu bukan untuk kaya. Tapi untuk memenuhi kebutuhan dan memelihara gaya hidup yang cukup.

Hai milenial, sadarilah sekarang. Jangan sampai bokek dan bangkrut di hari tua. Maka mendingan telat daripada boros.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Oleh : Syarifudin Yunus, Edukator Dana Pensiun Asosiasi DPLK

Berita Terkait

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP
Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK
Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara
Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga
Idulfitri: Mengapa Penting untuk Kembali ke Fitrah yang Sejati
Ketimpangan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial di Indonesia: Masalah yang Terus Membayangi Perkembangan Demokrasi
Mengapa Peran Masyarakat Sipil Penting dalam Membentuk Kebijakan Publik di Indonesia

Berita Terkait

Selasa, 16 April 2024 - 11:04 WIB

Hangatnya Pertemuan Idul Fitri: Diskusi Perkembangan Pasar Modal di BNSP

Minggu, 15 Oktober 2023 - 10:43 WIB

Pemutusan Batas Usia Calon Presiden: Analisis Dr. Fahri Bachmid Menjelang Putusan MK

Rabu, 24 Mei 2023 - 09:10 WIB

Dewan Sengketa Konstruksi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Rabu, 12 April 2023 - 20:52 WIB

Martabat MPR Pasca Amandemen UUD 1945, Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara

Selasa, 11 April 2023 - 22:00 WIB

Solusi agar Independensi KPK Bisa Diimplementasikan dengan Baik Tanpa Bubarkan Lembaga

Berita Terbaru