Penetapan Tersangka Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto Janggal, dan Politik Adu Domba Jokowi

Avatar photo

- Pewarta

Kamis, 2 Januari 2025 - 16:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Joko Widodo dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. (Dok RMOL)

Joko Widodo dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. (Dok RMOL)

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

OPINIINDONESIA.COM – Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029 dilantik 16 Desember 2024.

KPK 2024-2029 produk Jokowi ini dinilai tidak sah, melanggar putusan Makamah Konstitusi (MK), karena dipilih melalui Panitia Seleksi yang dibentuk Jokowi.

Menurut putusan MK, Presiden hanya boleh satu kali membentuk Panitia Seleksi KPK dalam satu masa jabatannya. Jokowi sudah membentuk Panitia Seleksi KPK periode 2019-2024.

Maka itu, Jokowi tidak boleh lagi membentuk Panitia Seleksi KPK periode 2024-2029.

“KPK produk Jokowi” diduga mempunyai dua misi utama. Pertama, mengamankan kasus-kasus (dugaan) korupsi Jokowi dan keluarganya.

Kedua, menghantam lawan politik Jokowi, yang berpotensi mendiskreditkan Prabowo, karena seolah-olah Prabowo “bermain” keras: Jokowi ‘cuci tangan’.

“KPK produk Jokowi” pimpinan Setyo Budiyanto langsung menggebrak.

Seminggu setelah pelantikan, pada 23/12/24, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap kader PDIP Harun Masiku terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Kasus Harun Masiku merupakan kasus lama, tahun 2019. Ketua KPK Setyo Budiyanto berdalih mempunyai bukti baru sehingga bisa menetapkan Hasto sebagai tersangka.

Tuduhan kepada Hasto mengundang tanda tanya besar, karena dinilai tidak masuk akal.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Pertama, Hasto dituduh ikut menyuap Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI, menggantikan anggota DPR terpilih Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Tuduhan ini sangat janggal. Biasanya, pihak penyuap mempunyai motif untuk mendapatkan manfaat dari kasus penyuapan.

Dalam hal ini, manfaat apa, baik langsung atau tidak langsung, yang didapat Hasto dengan meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR? Hampir tidak ada.

Yang lebih memprihatinkan, KPK mengatakan, sebagian uang untuk menyuap Komisioner KPU berasal dari Hasto.

Tuduhan ini lebih tidak masuk akal lagi. Untuk apa Hasto mengorbankan uang pribadinya untuk meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR? Manfaat apa yang didapat Hasto? Tidak ada.

Dengan kedudukan begitu tinggi di sebuah Partai pemenang pemilu, Hasto seharusnya menjadi target untuk disuap.

Artinya, Masyarakat lebih percaya kalau Hasto dituduh menerima suap dari Harun Masiku.

Bukan memberi uang kepada Harun Masiku untuk menyuap Komisioner KPU. Sangat tidak masuk akal.

Karena itu, penetapan tersangka kepada Hasto terkait kasus Harun Masiku terkesan mengada-ada, tidak profesional, dan tebang pilih.

Masyarakat menilai Hasto dan PDIP, yang sekarang menjadi musuh utama Jokowi, memang sedang di-target.

Alasannya, kasus Harun Masiku sangat kecil, dengan nilai suap hanya sekitar 1,5 miliar rupiah.

Serta, tidak ada kerugian keuangan negara. Oleh karena itu, kasus ini seharusnya tidak menjadi prioritas utama KPK.

Karena, banyak kasus korupsi lainnya yang jauh lebih besar, dengan daya rusak lebih parah, dibandingkan kasus Harun Masiku. KPK seharusnya fokus pada kasus-kasus tersebut.

Seperti dugaan korupsi keluarga Jokowi, termasuk Kaesang, Gibran dan Bobby Nasution.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Atau dugaan korupsi ‘minyak goreng’ yang melibatkan Menteri. Atau mega korupsi BTS Kominfo senilai Rp8 triliun yang tidak tersentuh.

Atau skandal Goto (Gojek Tokopedia) yang merugikan keuangan negara Rp6,4 triliun, di samping juga merugikan masyarakat belasan triliun rupiah.

Dan masih banyak kasus korupsi lainnya yang sudah terang-benderang tetapi tidak ditindaklanjuti.

Antara lain, dugaan korupsi Gibran dan Kaesang yang menerima gratifikasi dari korporasi yang terlibat kebakaran hutan.

Peluang bagi aktivis pers pelajar, pers mahasiswa, dan muda/mudi untuk dilatih menulis berita secara online, dan praktek liputan langsung menjadi jurnalis muda di media ini. Kirim CV dan karya tulis, ke WA Center: 087815557788.

Kasus ini telah dilaporkan oleh saudara Ubaidilah Badrun kepada KPK. Atau, dugaan gratifikasi penggunaan pesawat jet pribadi Kaesang.

Ada juga kasus jatah tambang nikel ‘Blok Medan’ yang sudah terungkap di sidang mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba.

‘Blok Medan’ diduga melibatkan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu, putri Jokowi.

Kasus ini juga sudah dilaporkan kepada KPK tetapi nampaknya dipeti-eskan. Tambang ‘Blok Medan’ juga diduga terlibat ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel.

Semua kasus korupsi di atas tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum termasuk KPK. Diduga Jokowi melindungi semua kasus korupsi yang macet ini.

KPK seharusnya fokus pada kasus mega korupsi yang sudah terang benderang merugikan keuangan negara tersebut, yang jauh lebih dahsyat dari kasus meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR yang tidak ada kerugian keuangan negara.

Pada prinsipnya, masyarakat mendukung penuh pemberantasan korupsi yang dilakukan secara profesional, tanpa tebang pilih. Bukan pemberantasan korupsi sebagai alat untuk menghantam lawan politik dan melindungi koruptor yang dekat dengan kekuasaan.

Masyarakat mengawasi perilaku KPK. Jangan sampai KPK menjadi pintu gerbang pemecah belah bangsa, yang bisa berakhir pada konflik sosial.***

Berita Terkait

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen Tak Naik, Prabowo Sangat Peduli Aspirasi Rakyat
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen Tanggung Jawab siapa?
Membangun Kepercayaan Masyarakat: Peran Blockchain dalam Transparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik
Sri Mulyani Indrawati Belum Hasilkan Lompatan Pertumbuhan, Perlu Sosok Kreatif dan Out of the Box
Inilah Bukti Kuat Tom Lembong Tidak Bersalah dalam Pemberian Izin Impor Gula 2015
Orang Tuaku Adalah Pahlawanku, Siapakah Sosok Pahlawanmu?
Potensi dan Tantangan Pemulihan Ekonomi Nasional di Saat Pandemi
Yang Berdansa saat Corona
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Kamis, 2 Januari 2025 - 16:50 WIB

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen Tak Naik, Prabowo Sangat Peduli Aspirasi Rakyat

Kamis, 2 Januari 2025 - 16:34 WIB

Penetapan Tersangka Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto Janggal, dan Politik Adu Domba Jokowi

Kamis, 26 Desember 2024 - 10:23 WIB

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen Tanggung Jawab siapa?

Minggu, 8 Desember 2024 - 18:00 WIB

Membangun Kepercayaan Masyarakat: Peran Blockchain dalam Transparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik

Sabtu, 2 November 2024 - 14:09 WIB

Sri Mulyani Indrawati Belum Hasilkan Lompatan Pertumbuhan, Perlu Sosok Kreatif dan Out of the Box

Berita Terbaru