Opiniindonesia.com – Periode kedua Jokowi akan lebih serius menangani investasi. Itulah mengapa Badan Koordinasi Penanaman Modal akan dijadikan Kementerian Investasi. Pengambilan keputusan itu diharapkan agar Indonesia dapat lebih baik lagi dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Perlu kekuatan yang nyata daripada sekedar “Badan” untuk mengkoordinasikan antar pihak untuk menyelaraskan peraturan penanaman modal.
BKPM era Jokowi Jilid 1 banyak sorotan. Tom Lembong dinilai kurang agresif menangkap peluang investasi. Padahal berulang kali Presiden Jokowi menegur ketertinggalan Indonesia untuk urusan investasi. Berbagai Paket Ekonomi sudah dikeluarkan oleh Jokowi untuk memudahkan investasi di Indonesia. Layanan Online Single Submission (OSS) juga sudah dihadirkan untuk melayani perizinan investasi dari mana saja. Namun tetap saja, jangankan di dunia, di Asean saja Indonesia kurang diminati investor. Akibatnya neraca perdagangan Indonesia defisit parah tahun 2018.
Kepala BKPM, Thomas Lembong sepertinya paham problematika yang ada. Dimulai dari masih tingginya ego sektoral, kurangnya koordinasi antar pusat daerah, etos kerja pegawai dan kurang mengoptimalkan peran teknologi. Pada era globalisasi saat ini, memang cukup anomali apabila Indonesia masih tertinggal dalam urusan investasi.
Tahun 2018, BKPM mencatat pertumbuhan investasi diangka 4,1% menjadi Rp721,3 triliun dibandingkan pada tahun 2017 sebesar Rp692,8 triliun. Artinya realisasi pertumbuhan investasi tahun 2017 bisa mencapai 13,1%.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
BUMN Care Dorong Lakukan Evaluasi Serius atas Insiden Blackout PLN di Bali, Cikarang, dan Bekasi
Kondisi ini semakin diperparah defisit neraca perdagangan senilai US$8,57 miliar pada tahun 2018. Sehingga bisa diamati bila setiap hari ada investor yang mendatangi Indonesia, namun hanya lihat-lihat dan tidak terealisasi.
Oleh karena itu banyak nama yang dijagokan untuk menjadi kandidat Menteri Investasi yang baru. Sebut saja Muhamad Lutfi, Franky Sibarani, bahkan Sandiaga Uno mantan Cawapres 2019 rival Jokowi pun masuk bursa Menteri Investasi.
Namun untuk menjalankan peran sepenting Menteri Investasi, diperlukan pemimpin seperti TITO SULISTIO. Tito? Ya benar Tito Sulistio. Orang dibalik gemilangnya Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2018. Tito bukan hanya sukses memimpin BEI, namun juga meninggalkan warisan yang berharga pada industri pasar modal Indonesia. Prestasinya moncer dan berhasil berulang kali mencetak rekor tertinggi dan terbaik sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Di luar itu, Tito berhasil meningkatkan kepercayaan investor dan optimisme pelaku pasar modal Indonesia. Hal itulah yang dibutuhkan oleh pemerintahan Jokowi Jilid 2. Sehingga sangat beralasan apabila Tito Sulistio menjadi pilihan utama Jokowi untuk memetamorfisa BKPM menjadi Kementerian Investasi.
Baca Juga:
Keberpihakan Pemerintah terhadap Buruh Diapresiasi, 4 Sikap Presiden Prabowo Subianto Jadi Sorotan
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7 Persen, Ini Tanggapan Istana
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Periksa Ketua Umum PPN Andi Kurniawan Usai Laporkan Roy Suryo dkk
Memilih pemimpin Kementerian Investasi yang baru dengan kalangan milenial sama saja Jokowi memilih bunuh diri. Buktinya orang sekaliber Thomas Lembong saja kedodoran di BKPM, bagaimana kalo dipimpin anak muda yang hanya gemilang di satu perusahaan?
Selain itu tantangan nya terlalu berat untuk menyopiri kementerian nomenklatur baru apabila sopirnya dari kalangan milenial. Kegagalan sedikit saja dapat merusak kepercayaan diri dan akhirnya merusak karir bisnisnya. Sesuatu yang tidak perlu diragukan lagi untuk Tito.
Tito Sulistio mengawali karirnya dari bawah sebagai seorang broker investasi pasar modal. Pengalaman 30 tahun itu yang mengantar Tito menjadi orang nomor satu di BEI. Hasilnya pada tahun 2017, BEI meraih penghargaan Best Companies To Work in Asia 2017 dari HR Asia. BEI berhasil memperbaiki posisinya sebagai perusahaan yang layak dijadikan tempat bekerja, dari posisi 21 menjadi urutan ke-12 dari beberapa perusahaan di Asia. BEI juga mencatat beberapa penghargaan, yakni sistem manajemen keamanan informasi ISO 27001:2013 sejak 2015. Bursa Efek Indonesia juga diganjar penghargaan The Best Supporting Institution of The Year 2016 oleh Global Islamic Finance Award.
Berbagai penghargaan itu juga diikuti dengan kinerja BEI yang mentereng. Mulai dari rekor tertinggi IHSG ke posisi 6.314, nilai kapitalisasi tertinggi Rp 6.993 triliun, imbal hasil tertinggi dalam 10 terakhir 286 persen, rata-rata nilai transaksi harian tertinggi Rp 7,52 triliun, rata-rata volume transaksi harian tertinggi 11,9 miliar, rata-rata frekuensi transaksi harian tertinggi 312 ribu kali, jumlah emiten tertinggi sejak 1994 37 emiten.
Baca Juga:
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
Prabowo Minta Para Menteri Rapatkan Barisan, Mensesneg Prasetyo Hadi: Tetap Jaga Semangat
Sederet prestasi dan capaian Tito Sulistio seharusnya sudah cukup meyakinkan Jokowi untuk memilihnya menjadi nahkoda Kementerian Investasi yang dibutuhkan Indonesia. Atau minimal orang yang sekaliber Tito, meski agak susah dicari. Namun kembali lagi, semua keputusan ada di tangan Presiden Jokowi memilih para pembantunya. Semoga Presiden tidak salah pilih lagi untuk meningkatkan investasi di Indonesia.
Oleh: Frank Wawolangi. Penulis adalah Pemerhati ekonomi dan bisnis.