OPINI INDONESIA – Malem songo atau malam ke-29 pada Bulan Ramadhan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dianggap sebagai malam yang baik sekaligus membawa keberkahan. Dalam Agama Islam, memang ada keyakinan bahwa salah satu malam lailatul qadar adalah jatuh pada malam ke-29 pada Bulan Ramadhan.
Sehingga, wajar jika identitas ‘malam keberkahan’ begitu melekat dengan malam ke-29 pada Bulan Ramadhan atau lazim dikenal sebagai malem songo. Identitas ‘malam keberkahan’ pada malem songo kemudian diidentikkan sebagai malam yang baik untuk melakukan berbagai hal-hal baik, tentunya tak terkecuali dengan perkawinan.
Perkawinan bagi masyarakat Jawa tidak hanya tentang hubungan antara dua sejoli laki-laki dan perempuan, akan tetapi juga merupakan salah satu sarana dalam menyempurnakan agama sekaligus merupakan ekspresi dari tradisi luhur yang dipegang oleh masyarakat Jawa pada umumnya.
Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa, perkawinan merupakan momentum yang istimewa yang mana dalam momentum ini, nilai-nilai agama dilaksanakan secara bersamaan dengan seremoni tradisi khas masyarakat Jawa.
Baca Juga:
Pemenang Piilkada dan yang Kalah Saling Kerja Sama untuk Layani Rakyat, Kata Prabowo Subianto
Perkawinan sebagai momentum istimewa bagi setiap warga masyarakat, terutama masyarakat Jawa sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 2 Buku 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menegaskan bahwa unsur paling penting dalam perkawinan adalah adanya akad miitsaaqan gholiidhan.
Akad miitsaaqan gholiidhan merupakan akad yang sangat kuat yang diharapkan bahwa perkawinan ini merupakan sekali dan selamanya bagi kedua mempelai sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Mulianya niat serta tujuan dari perkawinan tersebut lantas membuat masyarakat Jawa memilih hari yang terbaik dalam menjalankan prosesi perkawinan, terutama pada malem songo yang oleh sebagian besar masyarakat Jawa, identik dengan malam yang baik, mulia, serta memiliki banyak keberkahan.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya