KETIKA KITA menyebut kata sahabat, kepala kita terisi penuh dengan jalinan keakraban dan keindahan hubungan antar dua pihak. Ketika kita mendengar kata sahabat sejati, hati dan kalbu kita luber dengan seluruh peleburan dua pihak.

Jangankan berselisih, berbeda pendapat pun pasti diakhiri dengan peluk erat yang melekat. Malah, ada yang lebih ekstrim tentang difinisi sahabat. Berselisih atau berbeda pendapat?

https://opiniindonesia.com/2018/12/13/benarkah-erick-thohir-mulai-pusing/

Berdehem saja tak akan dilalukan. Jika perbedaan sungguh tak terhindari, maka doa kepada Allah yang dipanjatkan.

Begitulah pengetahuan umum tentang sahabat dan sahabat sejati. Jadi, ketika seseorang menyebut si anu atau si itu adalah sahabatnya, maka kita jangan heran melihat keduanya selalu sejalan. Keduanya saling mendukung, saling melengkapi. 

Bahkan tidak jarang seseorang yang sesungguhnya memiliki potensi, talent (bakat), dan kesempatan sangat besar di satu bidang, terpaksa mundur teratur karena sahabatnya telah ada lebih dulu di jalur itu.

Ia sama bahagianya jika sahabatnya sukses meski ia harus menghentikan langkahnya sendiri.

Malah tidak sedikit seseorang memperlakuan sahabatnya justru jauh lebih hebat ketimbang keluarganya sendiri. Pendek kata, sahabat adalah segalanya.

Kisah Persahabatan Rasulallah

Diriwayatkan orang-orang banyak mendatangi Abu Bakar dan berkata: “Temanmu (Muhammad) mengatakan hal yang tidak bisa dipercaya. Dia pergi ke Yerusalem dalam semalam dan naik ke langit.” kata mereka bernada menyindir.

Abu Bakar tersenyum dan balik bertanya, “Apakah dia (Muhammad) mengatakannya?”
Saat jawabannya adalah “Ya”, Abu Bakar langsung berkata, “Jika dia mengatakan itu, maka itu benar.”

Bayangkan, saat itu belum ada teknologi pesawat terbang, bahkan kereta api, mobil, motor, atau kapal laut, sama sekali belum terpikirkan untuk dibuat.

Lepas bahwa Muhammad adalah Rasulallah, Abu Bakar telah menunjukkan sikapnya sebagai sahabat. Ia tidak perduli orang mau bilang apa, bahkan meski ia sendiri belum mendengar langsung karena belum berjumpa Muhammad saat itu, ia perlihatkan pembelaannya dengan tegas.

Tapi, lihat juga kisah persahabatan Yesus (nabi Isa dalam agama islam) dengan Yudas Iskariot. Keduanya bersahabat sangat luar biasa.

Tapi, di satu kesempatan Sang rasul justru ia serahkan ke imam-imam Yahudi. Iming-iming 30 keping perak dan iming-iming jabatan, telah mengubur seluruh kisah persahabatan itu.

Langkah yang dilakukan Abu Bakar dan Yudas Iskariot sama-sama sah, meski tentu kita punya versi penilaian masing-masing.

Sandi dan Erick

Nah, terkait dengan kisah di atas, saya ingin menulis secuil kisah persahabatan Sandi Salahudin Uno dengan Erick Thohir. Keduanya adalah pengusaha-pengusaha muda yang sedang on-fire di bidangnya. Sama-sama moncer.

Dalam berbagai usaha, kita juga disuguhkan oleh keduanya yang tampil bersama. Tak heran, keduanya seiring-sejalan menjadi pemilik berbagai perusahaan yang sama.

Persahabatan keduanya sudah terjalin cukup lama. Untuk itu, tak heran keduanya muncul bersama dalam berbagai event.

Itu sebabnya pula saat Etho sapaan akrab Erick dengan SSU sapaan akrab Sandi, dipercaya menjadi ketua Inasgog jelang Asian Games 2018, SSU mem-back-upnya. Apalagi, SSU adalah Wakil Gubernur DKI.

Bahkan, saat SSU akhirnya mundur dari jabatan wagub untuk maju menjadi bacalon cawapres Prabowo Subianto, SSU pun berbicara khusus dengan sahabatnya itu.

Namun, jumat (7/8) siang – bukan tiba-tiba, isyu tentang Etho telah ramai. Etho sama sekali tidak membantah – Jokowi mengumumkan nama ketua timsesnya adalah Erick Thohir, maka segera saja terbentang kisah tentang persahabatan.

Benar, Etho mengatakan Pilpres harus  dilaksanakan secara bersahabat dan bermartabat, tapi dia lupa pilpres juga adalah kompetisi.

Dan, sebagai praktisi olahraga apalagi ketua KOI (Komite Olimpiade Indonesia), dia pasti tahu falsafah dari kompetisi: berhadap-hadapan.

Artinya, at all coast harus dilakukan untuk sama-sama meraih kemenangan.  Artinya lagi, benturan tidak mungkin terhindarkan.(*)

[Oleh : M. Nigara. Penulis adalah wartawan senior, mantan Wakil Sekjen PWI]

(*) Untuk membaca tulisan M. Nigara lainnya, silahkan KLIK DI SINI.